Polhukam

Fahira:  Pemberantasan Jual Beli Jabatan Perlu Dimasukan dalam Debat Capres

PARLEMENTARIA.COM – Senator atau anggota DPD RI Fahira Idris menginginkan dalam Debat Pilpres pada tanggal 30 Maret putaran keempat memasukan materi pemberantasan jual beli jabatan. Hal ini bisa dimasukan dalam pemerintahan.

“Jangan sampai semua sumber daya yang kita keluarkan untuk mereformasi birokrasi selama lebih dua dekade ini sia-sia oleh praktik jual beli jabatan. Rakyat menanti strategi, gebrakan, dan keberanian capres memberantas jual beli jabatan,” tukas Fahira Idris, di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (28/3/2019).

Seperti diketahui bahwa Debat Pilpres putaran keempat akan digelar 30 Maret 2019 dengan tema “Ideologi, Pemerintahan, Pertahanan dan Keamanan, serta Hubungan Internasional”. Salah satu tema yang diusung yaitu terkait pemerintahan.

Berkaitan dengan pemerintahan ini kata Fahira, harus dimanfaatkan capres untuk memaparkan langkah konkret yang akan mereka lakukan dalam memberantas jual beli jabatan yang diduga kuat masih terjadi di berbagai institusi pemerintahan. Seperti kasus terakhir adalah terkuaknya kasus jual beli jabatan di lingkungan Kementerian Agama oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Wakil Ketua Komite I DPD RI yang membidangi persoalan pemerintahan Fahira Idris mengungkapkan, komitmen dan strategi capres memberantas jual beli jabatan menjadi sangat penting. Jual beli jabatan bukan hanya dijadikan sebagai ladang korupsi, tetapi juga memiliki daya rusak yang sangat besar terhadap upaya reformasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan yang sudah dirintis pascareformasi.

Menurut Fahira, jika dicermati, dari sisi kebijakan dan perangkat aturan serta implementasinya, program reformasi birokrasi selama dua dekade terakhir mengalami kemajuan signifikan karena terus menjadi prioritas nasional siapapun presiden yang memimpin. Penerapan e-goverment, penandatangan pakta integritas, penerapan anggaran berbasis kinerja, pemberian remunerasi, dan penerapan promosi jabatan secara terbuka sudah mulai memperlihatkan dampaknya.

Namun, ternyata ada faktor-faktor lain yang luput dari perhatian grand design reformasi birokrasi kita yaitu memberi celah kepada mereka yang berada di luar birokrasi tetapi memilik relasi dan pengaruh politik untuk ikut campur dalam penentuan jabatan terutama di posisi-posisi penting dan strategis di institusi pemerintahan.

“Di sinilah butuh leadership yang kuat. Presiden itu jabatan politik. Oleh karena itu, dia harus mampu menggunakan pengaruh dan kekuatannya untuk membentengi birokrasi yang dipimpinnya lepas dari intervensi politik manapun. Ini penting agar sirkulasi di kalangan birokrasi benar-benar berjalan sesuai sistem merit,” ujar Senator Jakarta ini.

Muara dari reformasi birokrasi, sambung Fahira, adalah tercipta pelayanan publik yang prima dan pelayaan yang prima hanya bisa tercipta jika dijalankan oleh ASN yang profesional dan berintegritas, terutama ASN yang menduduki posisi strategis baik di daerah maupun di kementerian/lembaga.

“Gimana dia mau mikirin rakyat, kalau dapat jabatan lewat uang. Yang ada, selama menduduki jabatan itu yang di pikirannya adalah bagaimana balik modal dan mengeruk keuntungan pribadi dari jabatannya. Rakyat urusan kesekian,” pungkas Fahira. (chan)

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top