JAKARTA—Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Alexander Marwata yang diajukan Panitia Seleksi (Pansel) pimpinan Komisi Pemebrantasan Korupsi (KPK) ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) kurang mendukung lembaga ad hoc tersebut dalam pemberantasan tindak korupsi.
Itu disampaikan Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Miko Ginting, kemarin. Dia menilai, beberapa keputusan Alexander Marwata selama memimpin sidang kurang mendukung dalam usaha lembaga itu dalam memberantas korupsi.
Menurut dia, soal visi Alexander berseberangan dengan KPK. “Ada dissenting opinion dalam putusan pengadilan, bahkan membebaskan terdakwa kasus korupsi,” kata Miko Ginting.
Kasus Pilkada Lebak dengan terdakwa Ratu Atut Chosiyah yang ditangani Alexander misalnya, Alexander tidak sependapat dengan hakim lainnya mengenai dakwaan tindak pidana pencucian uang. “Bahkan Alexander menilai Atut seharusnya dibebaskan.”
Alexander juga berbeda pendapat dalam kasus suap mantan Direktur Pengolahan PT Pertamina, Suroso Atmomartoyo yang melibatkan Direktur PT Soegih Interjaya, Willy Sebastian Liem.
Perbedaan pendapat Alexander yang paling menonjol, yaitu terkait dengan dakwaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Alexander berpendapat bahwa TPPU baru bisa dikenakan pada terdakwa, apabila tindak pidana awal telah dibuktikan terlebih dahulu.
Padahal, kata Miko, undang-undang memperbolehkan seseorang didakwa dalam kasus TPPU tanpa harus dibuktikan pidana sebelumnya. “Jadi pendapatnya berlawanan dengan undang-undang,” kata Miko.
Karena itu, Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi berharap DPR dapat melakukan uji kelayakan terhadap calon pimpinan KPK dengan mempertimbangkan rekam jejak para kandidat, khususnya dalam mendukung pemberantasan korupsi. “Saat ini adalah waktu yang tepat bagi DPR untuk menunjukan komitmen dalam penguatan KPK,” demikian Miko. (art)