www.domainesia.com
Polhukam

Pimpinan MPR Terima Forum Konstitusi

×

Pimpinan MPR Terima Forum Konstitusi

Sebarkan artikel ini

JAKARTA – Pimpinan MPR RI yang terdiri dari Wakil Ketua MPR RI Oesman Sapta Odang, EE Mangindaan, dan Hidayat Nur Wahid menerima anggota Forum Konstitusi yang antara lain Harun Kamil, Zain Badjeber, Ali Hardi Kiademak, G. Seto Harianto, Valina Sinka Subekti, Pattaniari Siahaan,Baharuddin Aritonang dan Soedjiarto.

Dalam pertemuan tersebut membahas akan dilakukannya amandemen UUD NRI 1945. Karena itu MPR RI perlu masukan dari Forum Konstitusi, yang sebelumnya terlibat langsung dalam melakukan amademen UUD NRI 1945 tersebut. “Kita ingin mendapat masukan dan nasihat-nasihat untuk membentuk Lembaga Pengkajian konstitusi, di mana tuntutan perubahan itu sesuai dengan tuntutan zaman,” tegas Oesman Sapta Odang di Gedung MPR RI Jakarta, Selasa (3/3).

Terbentuknya Lembaga Pengakjian konstitusi itu untuk mendorong membangun sistem berbangsa dan bernegara ke depan yang lebih baik. “Soal apa saja kebutuhannya dan berapa anggarannya, maka hal itu bisa diketahui setelah lembaga itu terbentuk. Untuk itulah, kita perlu masukan dan nasihat-nasihat dari Forum Konstitusi ini,” ujarnya.

Menurut Hidayat Nur Wahid, Lembaga pengkajian itu terdiri dari 45 orang, baik yang terlibat langsung dalam amandemen UUD NRI 1945, terlibat pengkajian dan yang terlibat sosialisasi empat pilar MPR RI selama ini. Dari 45 orang tersebut terdiri dari para pakar hukum tata negara, ekonomi, politik, pendidikan, teknologi dan sebagainya. “Nama-mana anggota forum konstitusi itu berasal dari dari fraksi-fraksi dan kelompok DPD RI,” tambahnya.

Lalu, harapannya apa? Kata politisi PKS itu, keanggotaan forum itu merujuk kepada anggaran yang tersedia, yang telah dibahas bersama badan anggaran (Banggar), Menteri Keuangan dan diputuskan oleh rapat gabungan MPR RI. “Pembentukan Lembaga Pengkajian konstitusi itu harus selesai menjelang Konferensi Asia Afrika di Bandung, nanti karena kita akan rapat dan berkantor di gedung itu, yang telah dikembalikan kepada MPR RI,” pungkasnya.

Sementara itu Harun Kamil menyinggung pilkada serentak yang akan digelar mulai Desember 2015 agar tidak terjadi politik dagang sapi, maka perlu dikaji kembali termasuk penyelesaian sengketa Pilkada itu sendiri. “Kalau menurut rezim Pilkada maka harus ditangani di Mahkamah Agung (MA), bukan di Mahkamah Konstitusi, karena Pilkada tidak termasuk rezim Pemilu,” katanya.

Pattaniari Siahaan berharap pengkajian dan amandemen yang akan dilakukan itu jangan sampai menjadi exercise-percobaan akademik. Bahwa perubahan konstitusi itu untuk satu tujuan sebagaimana diamanatkan Pembukaan UUD, maka harus pasal per pasal yang saling terkait. “Apalagi, kini telah terjadi penyimpangan-penyimpangan yang cukup jauh. Seperti perimbangan keuangan pusat dan daerah, bahwa bukan msalah konstitusinya, tapi UU itu sendiri,” ujar mantan politisi PDIP itu. (chan)