
JAKARTA – Senator asal DKI Jakarta AM Fatwa menyesalkan komunikasi politik Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama belum (Ahok) yang buruk dengan sering melontarkan kata-kata kasar, seperti menggunakan kata merampok, bandit, pencuri dan maling.
“Seharusnya dikemas lebih baik, lebih santun dan arif karena dia itu pejabat publik,” kata AM Fatwa dalam diskusi ‘Ahok vs DPRD DKI: Membongkar Dana Siluman APBD’ bersama Sekjen FITRA (Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran) Yenni Sucipto dan pakar hukum tata negara Refly Harun di Gedung DPD RI, Rabu (4/3).
Fatwa menilai Ahok ingin membuat sejarah dan dikenang seperti mantan Gubernur DKI Ali Sadikin. Hanya saja disesalkan gaya berbicara Ahok yang kasar dan kurang santun. “Tapi kalau ada kepentingan politik dengan langkahnya itu, tentu saya tidak tahu,” ujarnya.
Terkait pengajuan hak angket oleh DPRD DKI Jakarta terhadap Ahok, Fatwa mengatakan bahwa belum memenuhi syarat karena belum terjadi krisis kepercayaan dan Ahok masih didukung oleh warga Jakarta sebagai gubernur. “Sangat naif kalau sengketa soal RAPBD antara gubernur dengan DPRD harus melakukan angket,” kata Fatwa.
“Hanya cara komunikasi politiknya kepada publik buruk termasuk dengan DPRD DKI Jakarta. Padahal, kedudukan gubernur dan DPRD itu setara dan sama, berbeda antara dengan DPR dan presiden,” kata Fatwa yang menyarankan kisruh RAPBD itu diselesaikan dengan uji publik agar rakyat mengetahui mana yang benar dan mana yang salah terkait dana siluman tersebut.
Refly Harun menyatakan, DPRD sudah mengetahui RAPBD versi Ahok dan jumlahnya sama yaitu Rp73 triliun. Hanya saja alokasinya yang berbeda. “Untuk mengetahui mana yang salah dan mana yang benar maka harus dilakukan uji publik terkait Rp 12,1 triliun itu,” kata Refly.
Pembahasan RAPBD itu kata Refly, tidak ada tanpa kesepakatan bersama antara DPR dan gubernur meski hanya gubernur yang berwenang mengajukannya. “Harusnya DPRD itu tinggal melakukan pengawasan secara ketat, dan kasus ini terjadi hampir di seluruh DPRD se-Indonesia,” kata Refly.
Terkait hak angket, Refly mengatakan, bisa berdampak luas, tapi obyeknya bukan saja gubernur, melainkan juga DPRD. “Tapi ini politik. Siapa yang kuat pasti akan menang, dan yang kecil, lemah akan jatuh. Apalagi Ahok dengan DPRD ini seperti Tom and Jerry, anjing dan kucing yang tak pernah rukun. DPRD 106 orang, mayoritas oposisi, dan Ahok sendirian. Yang penting jangan sampai Ahok terpeleset,” katanya.
Yenni Sucipto berpendapat bahwa ada 4 hal dalam kasus Ahok vs DPRD, yaitu pembahasan APBD oleh DPRD ada dua versi yang diberikan kepada Kemendagri. Di satuan tiga Gubernur Ahok menyatakan ada dana siluman Rp 12,1 triliun, hak angket DPRD untuk Ahok karena dinilai melanggar 11 aturan, dan Ahok melaporkan DPRD ke KPK.
Bahkan dalam APBD versi DPRD itu diungkapkan Yenni, ada buku trilogi Ahok dengan judul buku Nekat Demi Rakyat, Dari Bangka Belitung Menuju Jakarta Satu, dan Tionghoa Keturunan Membangun Bangsa Cita-citaku. (chan)