PARLEMENTARIA.COM – Wakil Ketua MPR Mahyudin bersyukur, Sosialisasi Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika, yang digelar di Tenggarong, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, 8 Februari 2019, dihadiri oleh banyak peserta.
Acara yang popular disebut dengan Sosialisasi Empat Pilar MPR itu menurut Mahyudin merupakan amanah dari UU. No. 17 Tahun 2014 yang mengamanatkan kepada anggota MPR untuk melakukan sosialisasi. Menurut pria asal Kalimantan itu, sosialisasi penting dilakukan sebab Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika, merupakan alat pemersatu bangsa.
“Kita butuh alat pemersatu. Tanpa alat pemersatu kita tak akan bisa menjadi sebuah bangsa”, tambahnya. “Karena bersatu maka hari ini kita bisa berkumpul”, imbuhnya.
Alat pemersatu dikatakan perlu disegarkan pada masyarakat sebab diakui Indonesia saat ini memiliki berbagai tantangan. Diungkapkan di masyarakat masih ada pemahaman keagamaan yang dirasa tidak tepat. Ketidaktepatan dalam pemahaman keagamaan inilah akhirnya menimbulkan radikalisme. “Padahal agama itu mengajarkan kedamaian dan toleransi”, tuturnya.
Tuhan menciptakan dunia agar penuh kedamaian. Menurut Mahyudin, bisa saja Tuhan menciptakan apa yang ada di dunia sama semua. Namun Tuhan menciptakan dunia berbangsa-bangsa dan bersuku-suku.
“Tuhan menciptakan perbedaan dan keragaman agar kita saling mengenal”, tuturnya. Mahyudin menceritakan, ayahnya orang Bugis, Ibunya orang Banjar, dan istrinya orang Dayak.
Dari perbedaan yang ada, dirinya menegaskan agar jangan dipertentangkan. Disampaikan kepada peserta yang mayoritas ibu-ibu, Indonesia terdiri dari berbagai daerah dan masing-masing daerah memiliki keragaman, budaya, dan adat tersendiri. Keragaman inilah yang menurut mantan Bupati Kutai Timur itu jangan diabaikan. “Bila daerah diabaikan, bisa memunculkan separatisme”, ungkapnya.
Diakui Kalimantan Timur saat ini termasuk sebagai wilayah yang sejahtera. Meski demikian ditegaskan agar pemerintah daerah terus berupaya meningkatkan kesejahteraan dalam segala bidang. “Agar orang luar Jawa tak iri pada pembangunan di Jawa”, ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Mahyudin juga menyampaikan bahwa bangsa ini sebentar lagi menggelar Pemilu. Dalam Pemilu masing-masing orang mempunyai pilihan yang tak sama. Terhadap perbedaan yang ada, Mahyudin menegaskan agar tak samanya pilihan tak membuat kita bertentangan. “Jangan karena beda pilihan kita bermusuhan dengan tetangga”, tegasnya.
Dunia politik diakui sangat menarik, banyak orang untuk berkecimpung di dalamnya. “Sehingga banyak orang jadi caleg”, ungkapnya.
Masyarakat tertarik dalam politik menurut Mahyudin dikira dunia ini bisa membuat orang cepat menjadi kaya. “Anggapan itu salah. Kalau mau kaya jadi pengusaha”, tambahnya.
Dalam berpolitik ternyata antara pengeluaran dan pemasukan tak imbang sehingga dari sinilah banyak orang melakukan korupsi. “Banyak pejabat dan wakil rakyat korupsi sehingga kita mengalami krisis kepemimpinan”, paparnya.
Tantangan yang dihadapi bangsa ini menurut alumni Universitas Mulawarman itu tak hanya dari dalam. Dari luar pun ada ancaman yang akan mengganggu Indonesia. Dikatakan, pengaruh globalisasi dan persaingan antarbangsa yang demikian massif.
Sebagai bangsa yang kaya dengan sumber daya alam maka Indonesia menjadi incaran bangsa asing. “Bangsa lain tak diam melihat Indonesia kaya sumber daya alam. Mereka melakukan intervensi dengan berbagai cara, misalnya lewat kebijakan”, ucapnya. (/mpr/chan)