PARLEMENTARIA.COM – Anggota MPR dari Fraksi Golkar Ichsan Firdaus menilai perlu adanya perjanjian yang mengikat pemerintah Arab Saudi yang harus mematuhi Konvensi Wina Tahun 63 itu.
“Arab Saudi belum mematuhi Konvensi Wina ini. Menurut saya kita perlu ditekankan kepada pemerintah Indonesia untuk segera melakukan perjanjian, bukan hanya sekedar MOU tetapi sudah perjanjian yang sifatnya mengikat,” kata Ichsan dalam diskusi bertema ‘Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia’, di Media Center Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (5/11/2018). Pembicara lainnya Yandri Susanto (anggota MPR dari PAN) dan Fredy Panggabean (Direktur Kerjasama Luar Negeri BNP2TKI).
Menurut Ichsan, pasca kasus Siti Rukiyah tahun 2015 , pemerintah Indonsia sudah membuat MoU dengan pemerintah Arab Saudi terkait dengan perlu adanya penekanan pada Konvensi Wina tahun 1963. Dimana kewajiban negara receiver harus memberitahukan kepada negara sending, jika ada masalah hukum dengan negara sender harus diberitahu.
“Tetapi memang problemnya adalah di Arab Saudi tidak mengenal tata cara hukum itu. Memang ini problem sebenanrnya. Sudah ada MOU, memang tidak dilanjutkan dengan kesepakatan”, jelasnya.
Terkait dengan perbaikan-perbaikan ini tentang pengiriman pekerja migran Indonesia ke luar negeri,dia mendorong moratorium pengiriman TKI ke luar negeri. “Kami berharap agar pemerintah tetap konsisten melakukan moratorium sampai pada titik dimana betul-betul perlindungan pekerja Migran Indonesia ini perlu dilaksanakan,” katanya.
Dia mengakui bahwa Indonesia sudah Undang-undang No. 18/2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia PPMI), tapi sampai saat ini belum ada turunannya. Begitu juga dengan penguatan BNP2TKI juga baru diterbitkan Perpress nya sekitar 2 bulan yang lalu.
“Memang masih banyak yang harus kita lakukan, terutama adalah bagaimana pengiriman tenaga kerja ini bukan hanya dilakukan oleh perusahan perusahan swasta, tetapi G to G. Saya sepakat kalau kemudian ada konsep namanya on channel service itu, yang dilakukan oleh kemudian Tenaga Kerja dan BNP2TKI itu perjanjian yang 30.000 orang itu,” katanya.
Dia sepakat 30.000 orang itu tidak dikirim dulu sebelum ada perjanjian yang jelas. “Kasus Tuti ini menjadi cermin pada kita, bahwa kita tidak boleh tunduk hanya sekedar kemudian mematuhi hukum yang ada di negara risever tanpa kemudian kita juga tidak melakukan perlindungan terhadap pekerja migran kita,” tegasnya.
“Artinya kita tidak boleh tunduk atau tidak boleh hanya menerima begitu saja tata cara hukum yang ada di Arab Saudi itu kalau kemudian kita tidak memiliki satu bergaining. Saya sepakat kalau kita harus punya bergaining,” ulasnya. (aam)
