PARLEMENTARIA.COM– Salah satu tugas pemerintah adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat seperti layanan bidang perizinan. Memudahan perizinan berarti waktu dan biaya pengurusan izin usaha dapat dikurangi.
DPR dan pemerintah, kata politisi senior Partai Golkar tersebut terus berupaya melakukan reformasi birokrasi. Dari total 94 prosedur yang harus dilewati sebelumnya, bisa dipangkas menjadi 49.
“Begitu juga perizinan yang sebelumnya sembilan, kini tinggal hanya enam. Jika masa lalu butuhkan 1.566 hari mengurus perizinan, dipersingkat menjadi 132 hari,” kata Ketua DPR RI ini.
Hal tersebut dikatakan Bambang ketika menjadi pembicara kunci (keynote speech) Seminar Nasional ‘Transisi Sistem Perizinan Terpadu Satu Pintu ke Sistem Online Single Submission Berdampak Kepada Notaris dan Pelaku Usaha’ yang diselenggarakan Ikatan Mahasiswa Notariat (Imano) Universitas Jayabaya di Jakarta, Sabtu (3/11).
Hadir dalam acara ini antara lain Rektor Universitas Jayabaya Prof Amir Santoso, Ketua Prodi Magister Kenotariatan Universitas Jayabaya Dr Fauzie Yusuf Hasibuan, Ketua Umum Imano Welly Bernando dan Staf Ahli Kemenko Perekonomian Ir Lestari Indah.
Dipaparkan, 10 indikator kemudahan berusaha dari World Bank antara lain, memulai usaha, perizinan terkait pendirian bangunan, pembayaran pajak, perkreditan, kontrak, listrik, perdagangan lintas negara, penyelesaian perkara kepailitan dan perlindungan terhadap investor minoritas.
World Bank mencatat, dengan adanya reformasi kemudahan berusaha, telah menaikan posisi Indonesia dalam ease doing to business menjadi peringkat 73 sehingga kepercayaaninvestor untuk berinvestasi meningkat.
“Data World Bank menunjukan adanya perbaikan indeks kualitas administrasi lahan dari 11,3 (2016-2017) menjadi 14,5 (2017-2018). Pada 2016-2017, biaya pengurusan perizinan mencapai 10,9 persen pendapatan per kapita. Bisa dihemat menjadi 6,1 persen.”
Pria yang akrab disapa Bamsoet ini menerangkan, pemerintah menerapkan Online Single Submission (OSS) dalam menjalankan reformasi kemudahan berusaha.
Penerapannya diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No: 24/2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik sehingga dapat memangkas birokrasi dan mengurangi biaya serta waktu pengurusan.
Kelahiran UU No: 25/2007 tentang Penanaman Modal adalah bukti komitmen DPR RI bersama pemerintah mendorong percepatan reformasi kemudahan berusaha.
“Jika ada aturan lain yang dirasa menghambat dunia usaha atau realisasinya kurang tepat di lapangan, seperti yang terjadi pada PP No: 24/2018, DPR RI akan menjadi jembatan kepada pemerintah agar bisa mengoreksinya,” terang Bamsoet.
Wakil Ketua Umum KADIN ini mengaku, banyak mendapat masukan pelaku usaha mengenai PP No: 24/2018 yang kurang memberikan penjelasan soal izin yang belum efektif atau izin usaha komitmen.
Izin ini dikhawatirkan akan merugikan apabila pengusaha tidak mengerti bahwa izinnya belum efektif dan sudah melakukan usaha. Akibatnya, apabila ada pengawasan, usahanya bisa ditutup.
“Sebagai turunan UU, PP seharusnya tidak melahirkan polemik baru. Sayang, jika keberadaannya bukan mempermudah, tetapi malah mempersulit. Sesuai tugas dan fungsi di bidang pengawasan, DPR RI bisa meminta penjelasan pemerintah mengenai keberadaan PP tersebut, sehingga kita bisa cari jalan keluarnya bersama.”
Bagi Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini, adanya peraturan yang dianggap kurang tepat, bukanlah hal yang perlu dibesar-besarkan. Yang penting itu, pemerintah dan DPR RI tetap mau membuka ruang dialog dan mendengar aspirasi berbagai kalangan.
“Kunci utama berhasilnya reformasi birokrasi adalah terbukanya ruang dialog pemerintah dan DPR dengan berbagai kalangan. Selama ruang dialog terbuka, apapun hambatan dan tantangan dilapangan, bisa kita bereskan bersama,” demikian Bambang Soesatyo. (art)