PARLEMENTARIA.COM – Anggota DPD RI GKR Hemas mengatakan, gagasan dasar pembentukan DPD RI untuk lebih mengakomodasi aspirasi daerah dan sekaligus memberi peran yang lebih besar dalam proses pengambilan keputusan politik yang berkaitan langsung dengan kepentingan daerah.
“Keberadaan unsur Utusan Daerah dalam keanggotaan MPR RI sebelum dilakukan perubahan terhadap Undang-Undang Dasar 1945) dianggap tidak memadai untuk menjawab tantangan-tantangan tersebut”, kata Hemas sambung Hemas dalam Seminar Legislatif Senat Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (9/10/2018).
Dikatakan Hemas, sejatinya kehadiran DPD RI sebagai lembaga penyeimbang. Membangun mekanisme kontrol dan keseimbangan (checks and balances) dalam lembaga legislatif itu sendiri, di samping antar cabang kekuasaan negara (legislatif, eksekutif, yudikatif).
Diungkapkan, selama kurun waktu 2004 hingga 2018, DPD RI telah banyak menghasilkan keputusan-keputusan politik dalam mengartikulasikan kepentingan daerah melalui usul RUU sebanyak 87 RUU, 256 pandangan dan pendapat, 80 pertimbangan APBN, 217 pengawasan, 20 pertimbangan, 9 Prolegnas, dan 11 rekomendasi.
“Diantara kontribusi DPD yang dapat dikatakan monumental yang khususnya dirasakan rakyat Yogyakarta adalah terbitnya UU No. 13 tahun 2012 Tentang DIY. Ketika itu, DPD ikut berperan aktif membahas RUUK bersama DPR dan Pemerintah pada sepanjang masa sidang, dan mengikuti seluruh pembahasan di Tingkat I, baik itu RDP maupun Kunker di DIY untuk menyerap aspirasi masyarakat, sebelum akhirnya UU DIY disetujui dalam Sidang Paripurna DPR, yang substansinya sesuai dengan aspirasi masyarakat DIY,” jelasnya.
Kontribusi lainnya yang monumental adalah lahirnya UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa. Melalui UU ini, DPD RI bersama DPR dan Pemerintah berkomitmen memperkuat otonomi asli desa dengan memperkuat dukungan dana desa, baik dari anggaran negara maupun dari potensi ekonomi desa sehingga diharapkan desa-desa mandiri dan masyarakatnya sejahtera.
“Diantara sumber pendapatan desa, UU Desa mengamanatkan kepada negara alokasi APBN yang bersumber dari dari Belanja Pusat dengan mengefektifkan program yang berbasis Desa secara merata dan berkeadilan. Dari aspek legislasi yang juga patut disebut peran besar DPD melahirkannya adalah UU tentang Kelautan,” jelasnya.
Selama ini masyarakat dan daerah tampaknya belum mengetahui dengan baik kerja-kerja politik yang dilakukan DPD. Ini selalu menjadi PR untuk anggota DPD RI. Mengapa pers tidak antusias menyiarkan kinerja politik. DPD sempat menjadi trending topic tahun lalu, itu pun dikarenakan persoalan jabatan Pimpinan DPD. Lepas itu pers tampak enggan memberitakan DPD.
“Nah, saya berharap mahasiswa sebagai salah satu elemen penggerak reformasi, dimana pembentukan DPD sebagai buah hasil reformasi, ikut bertanggungjawab menyosialisasikan kepada masyarakat sekaligus menjaga DPD RI sebagai lembaga yang diisi oleh orang-orang dari utusan daerah dan benar-benar memperjuangkan kepentingan daerah, bukan yang lain”. Ini pun sejalan dengan tuntutan reformasi oleh mahasiswa” ajak GKR. Hemas.
Meskipun dengan kewenangan yang belum maksimal, ulas Hemas, DPD RI tak pernah berhenti bekerja secara kreatif dan melakukan terobosan inovatif dalam kinerja legislasi, mediasi maupun advokasi.
Kerja kreatif itu diwujudkan dalam berbagai cara, termasuk membangun kerjasama yang erat dengan sesama lembaga negara. Sambil terus mengupayakan perubahan lanjutan konstitusi demi memberikan kewenangan lebih kuat kepada daerah sebagai penentu kebijakan nasional serta pada pembentukan Undang-Undang. (chan)