Polhukam

KPU Coret Nama Oesman Sapta Odang dari DCT Calon Anggota DPD

PARLEMENTARIA.COM – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Oesman Sapta Odang dicoret dari Dafar Calon Tetap (DCT) calon anggota DPD RI pada Pemilu 2019.

Langkah KPU mencoret nama Oesman Sapta tersebut seperti disampaikan Komisioner KPU, Ilham Saputra, Kamis (20/9/2018), karena tidak menyerahkan surat pengunduran diri sebagai pengurus partai hingga Rabu malam (19/9/2018).

Oesman Sapta mengajukan diri sebagai calon anggota DPD dari Kalimantan Barat dan saat ini masih sebagai Ketua Umum Partai Hanura.

Selain Oesman Sapta, KPU juga mencoret nama Victor Juventus G May dari daerah pemilihan Papua Barat.

“Dua orang saja kalau yang dari (bacaleg) DPD yang tidak mengundurkan dari parpol,” jelas Ilham.

Sementara itu, Rabu malam (19/9/2018), Pimpinan DPD RI melakukan konsultasi ke Mahkamah Konsitusi (MK) terkait putusan MK Nomor 30/XVI/2018 yang mengganjal pengurus parpol jadi calon anggota DPD. Kalau ingin jadi calon anggota DPD maka harus mundur dari pengurus parpol.

Namun pertemuan tersebut tidak menggoyahkan MK terhadap putusannya itu. “Karena meminta penjelasan, tentu MK menerima dengan baik dan kita jelaskan apa yang menjadi putusan itu, walau sebenarnya tidak perlu dijelaskan lagi,” jelas I Dewa Gede Palguna menjawab pertanyaan wartawan usai pertemuan.

Palguna menegaskan, MK tidak boleh membuat penafsiran atas putusannya sendiri walaupun dengan maksud baik. “Hanya menjelaskan apa yang menjadi pertimbangan hukum dalam putusan itu. Intinya itu yang kami jelaskan,” kata Palguna.

“Tukar pendapat hal biasa, tapi kan tidak mengurangi sifat final dan mengikat dari putusan MK karena ini yang diberikan oleh UUD. Kami cuma menegaskan itu saja,” ulas Palguna.

Dijelaskan Palguna, kalau ada persoalan lain setelah adanya putusan MK tersebut maka sudah di luar kewenangan MK untuk mengadilinya. “Bukan lagi kewenangan kita. Justru kami salah kalau memberikan pendapat mengenai soal itu,” jelasnya.

Dia mempersilakan masing-masing lembaga yang mempunyai tugas kewenangannya, sesuai kewenangan yang diberikan UUD maupun UU yang berkenaan dengan putusan MK. “Itu sudah diluar kewenangan MK,” tegasnya.

Palguna juga tegaskan, sesuai pasal 58 UU tentang MK bahwa UU yang sedang diuji di MK tetap dianggap konstitusional sampai ada putusan MK yang menyatakan UU itu bertentangan dengan UUD.

“Kemudian Pasal 47 UU MK menyebutkan bahwa putusan MK mempunyai kekuatan hukum mengikat sejak saat diucapkan dalam sidang pleno yang terbuka untuk umum. Jadi berlaku prospektif,” tegasnya.

Kalau ada yang mengatakan putusan MK berlaku surut, ulas Palguna, hal tersebut melanggar hukum acara. “Jadi bagaimana mengatakan putusan MK berlaku surut. Kalau berlaku surut kami melanggar hukum acara,” jelasnya.

“Kalau terkait kasuistis kami tidak berwenang mengomentari dan itu sudah diluar kewenangan MK,” katanya mengakhiri. (chan)

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top