JAKARTA – Wakil Ketua MPR RI Mahyudin menegaskan, pengaruh liberalisme ekonomi, politik, dan budaya selama ini telah menggerogoti rasa nasionalisme, patriotisme, solidaritas, gotong-royong, keragaman, kebersamaan dan kebhinnekaan bangsa ini.
“Karena itu, Empat Pilar harus mengawal seluruh proses pembangunan, termasuk khususnya ekonomi yang dijalankan oleh pemerintah agar benar-benar untuk kesejahteraan rakyat,” Mahyudin dalam dialog kenegaran ‘Asimilasi Budaya dan Pengelolaan Kemajemukan Indonesia’ di Gedung DPR, Selasa (17/2). .
Kalau konsep pasar bebas tetap dibiarkan, kita membiarkan, dia mengkhawatirkan yang kecil akan tergilas oleh yang besar, dan yang miskin akan terinjak-injak oleh yang kaya. “Jadi pasar bebas dan liberal itu akan berlaku hukum rimba dan mendorong orang menjadi individualitis,” tegasnya.
Padahal kata Mahyudin, UUD NRI 1945 mencantumkan Pancasila sebagai dasar negara dan adanya keharusan peran negara untuk menjembatani bagi yang miskin dan yang kaya, dan yang besar dengan yang kecil. Karena itu, yang kaya harus membayar pajak yang juga besar, dan bukan sebaliknya.
Dalam hal itu menurut politisi Golkar itu maka negara berperan untuk membantu yang kecil dan miskin melalui KUR, PNPM, dan sebagainya untuk menjembatani dengan rakyat, sehingga ada unsur pemerataan. “Atau perlu ada semacam garis-garis besar haluan negara atau GBHN, agar tidak setiap pergantian presiden, ganti pula aturan (rule of the game) yang benar untuk kesejahteraan rakyat,” ujarnya.
Namun demikian, Mahyudin mengakui jika proses demokrasi saat ini sebagai dinamika yang tidak bisa dihindari. Terlebih masih banyak masalah bangsa dan negara ini yang harus diselesaikan secara bertahap. Berbeda dengan Amerika Serikat (AS) di mana pendapatan per kapita rakyatnya sebesar 4.000 dollar AS. Sedangkan Indonesia masih NPWP (nomor piro wani piro) dalam setiap pemilu terakhir ini.
Dengan demikian tugas MPR RI menurut Mahyudin, adalah membangun kesadaran nasionalisme bersama seluruh anak bangsa ini secara terus-menerus. Baik melalui pemasangan bendera merah putih di setiap peringatan Kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1945, lagu-lagu kebangsaan, film kepahlawanan dan patriotisme.
“Masak ketika saya mengajak anak-anak nonton film Indonesia, mereka ini malah main game, dan saya dianggap aneh. Inilah yang menjadi pemikiran bersama untuk terus membangun kesadaran nasioanlisme. Dan, saya bangga sebagai bangsa Indonesia karena kita mampu memproduksi mie instan yang dikenal dunia. Jadi, baguslah meski mie instan, daripada tidak ada produk yang bisa dibanggakan,” tambahnya.
Bersamaan dengan itu kata Mahyudin, MPR RI membentuk lembaga pengkajian untuk mengkaji berbagai aturan perundangan-undangan dan konstitusi agar sejalan dengan kehendak zaman, melalui amandemen UUD NRI 1945. Karena itu, yang baik-baik di era Orde Baru dikembangkan lagi. Seperti Penataran 4, BP7 dan lainnya yang mengawal ‘Empat Pilar’ sekarang ini. (chan)