Pengawasan

Fahri Hamzah: BPJS Kesehatan Menjadi Indikator Kemampuan Pemerintah Mengelola Sistem Jaminan Nasional

PARLEMENTARIA.COM – Wakil Ketua DPR RI Koordinator bidang Kesejahteraan Rakyat (Korkesra), Fahri Hamzah mengatakan, defisit yang tengah dialami BPJS Kesehatan, akan berefek kepada pelayan masyarakat, terutama pelayanan kesehatan. Karena itu, pemerintah perlu segera menalangi supaya BPJS Kesehatan tidak mengurangi pelayanannya kepada masyarakat.

“Sebab yang sekarang saya lihat itu, BPJS berusaha mengurangi jenis pelayanan dengan alasan bahwa mereka mengalami defisit,” kata Fahri kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (18/9/2018).

Pernyataan ini disampaikan Fahri terkait laporan BPJS Kesehatan yang mengaku tengah mengalami defisit arus kas mencapai Rp 16,5 triliun. Dengan rincian, rencana kerja anggaran tahunan 2018 sebesar Rp 12,1 triliun plus carry over Rp 4,4 triliun.

Melanjutkan pernyataannya, Fahri Hamzah mengatakan, tidak bisa BPJS mengurangi pelayanannya, karena dia dibentuk berdasarkan Undang-Undang (UU) sebagai mandat untuk memberikan jaminan sosial secara menyeluruh.

“Jadi, perintah dari pada Undang-Undang itu harus terpenuhi. Saya kira hanya itu,” tegas politisi dari PKS itu lagi.

Makanya, tambah Fahri, BPJS Kesehatan khususnya akan menjadi indikator kemampuan pemerintah untuk mengelola sistem jaminan nasional ini.

“Jangan ditengah histeria eforia, seolah-olah pemerintah dengan kartu-kartu yang ada menjamin semua hal, ternyata ini ada kenyataan defisit,” cetusnya.

Bahkan, Fahri melihat dalam jangka panjangnya sepertinya BPJS Kesehatan tidak akan mampu melayani. Apalagi, kalau defitinya sudah mencapai 11 triliun seperti sekerang ini, BPJS Kesehatan tinggal menunggu kolaps-nya.

“Tidak mungkin dia bisa membayar rumah sakit, begitu juga dokternya. Saya juga mendengar, boikot-boikot untuk tidak menjadi peserta BPJS ini banyak sekali,” paparnya.

Sebab jika boikot terhadap BPJS Kesehatan ini terjadi, Fahri khawatir efek jangka panjangnya justru dirasakan oleh rakyat paling bawah. Sehingga kemudian, sistemnya itu kembali kepada kompetisi pasar (market competition), dimana yang kaya dapat pelayanan dan yang miskin akan terbengkalai.

“Padahal, maksud dari pada SJSN itu supaya semuanya tercover. Jadi ini, sikap pemerintah harus segera, jangan dibiarin ngambang. Ini udah ngaga ini,” kata anggota DPR asal Nusa Tenggara Barat (NTB) itu seraya juga mendengar kalau pihak-pihak rumah sakit sudah mulai alergi dengan BPJS, gara-gara adanya defisit ini.

Menjawab pertanyaan adanya upaya pemerintah, dalam hal ini Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk menalangi sebesar 5 Triliun kepada BPJS Kesehatan, Fahri menilai dana talangan yang akan digelontorkan itu hanya untuk membayar hutang BPJS Kesehatan saja.

“Kan defisit itu artinya hutang. Artinya, kalau mau nalangin, 11 Triliun itu baru men-cover hutang. Karena defisit itu ngambil dari mana?” tanya Fahri.

Padahal saat melakukan pertemuan dengan jajaran BPJS Kesehatan beberapa waktu lalu, kata Fahri ada opsi pihak BPJS meminta supaya bisa mengelola aset-aset BPJS yang ada, bisa diinvestasikan dan sebagainya. Sayangnya, regulasi yang mengatur keleluasaan mereka untuk itu tidak ada, ditahan oleh Menkes.

“Artinya kalau mau sekedar nalanganin, itu harus di atas 11 Triliun. Baru itu bisa jalan kembali, dari nol pun itu. Bagaimana modal kelanjutannya, ya kita nggak tau,” ujarnya. (chan)

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top