Selebriti

Rieke Diah Pitaloka Minta Pemerintah Mencabut PP 260/2015

JAKARTA – Anggota Tim Pengawas Tenaga Kerja Indonesia (TKI) DPR RI Rieke Diah Pitaloka minta pemerintah mencabut Keputusan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 260/2015 tentang Penghentian dan Pelarangan Penempatan TKI Pada Pengguna Perseorangan di Negara-Negara Kawasan Timur Tengah.

“Kepmennya kalau bisa dicabut pak, diperbaiki, karena ini tidak sesuai dengan pasal 27 UU Nomor 39 Tahun 2004,” ujar Rieke dalam Rakorn Timwas TKI dengan Dirjen Kemenakertrans, Ditjen Imigrasi Kemenkumham, BNP2TKI, Pemprov Jawa Barat, NTT, NTB, Jawa Timur, Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (APJATI), Asosiasi Perusahaan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (Aspataki) dan sejumlah ormas terkait di Gedung DPR RI, Rabu (01/02/2017).

Menurutnya, semenjak berlakukannya Kepmen yang berisikan penghentian dan pelarangan penempatan TKI sektor domestik atau pengguna perseorangan di 19 negara kawasan Timur Tengah, justru memperbanyak pengiriman TKI non prosedural. “Kami berharap ada langkah konkret dari pemerintah, sesuai dengan pasal 27 jangan menjadi ambigu karena Kepmen ini ambigu, maka menambah angka non-prosedural,” pinta Rieke.

Lebih lanjut ia menjelaskan, saat ini pengiriman TKI sektor domestik telah dihentikan sejak Mei 2015, namun pengiriman TKI di sektor domestik tetap berjalan dengan dalih bekerja sebagai cleaning service. Artinya, ada indikasi pelanggaran terhadap hukum karena Kepmen tidak boleh bertentangan dengan UU.

Politisi PDI-P itu juga mendesak pemerintah untuk segera merevisi UU Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (PPTKILN). Disinyalir, adanya indikasi perdagangan manusia berkedok TKI oleh perusahaan Team Time Co (TTCo) yang berpusat di Jeddah.

Ia meminta agar revisi UU PPTKILN diharmonisasi bersama UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang pemberantasan tindak pidana orang. Nantinya, revisi tersebut diharapkan dapat menjerat korporasi maupun oknum yang terlibat dalam tindak pidana perdagangan orang.

“Bahwa tidak cukup hanya dicabut ijinnya atau sanksi administratif, tetapi juga sanksi pidana penjara, termasuk tidak boleh lagi mendirikan perusahaan. Sanksi pun juga harus dikenakan kepada pejabat negara yang terlibat tanpa pandang bulu. Jadi efek jera itu bukan hanya pihak swasta tetapi juga pejabat negara yg terlibat dalam mekanisme ini,” tegas Rieke. (chan)

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top