JAKARTA – Setiap menjelang Hari Raya Idul Fitri PT KA (Kereta Api), selalu membuka penjualan tiket KA eksekutif untuk berbagai jurusan ke Jawa Timur, Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Barat, tiga bulan sebelum lebaran. Namun, begitu penjualan itu dibuka, kurang dari seminggu tiket tersebut sudah ludes, habis terjual. Inilah yang menimbulkan berbagai pertanyaan di masyarakat, apalagi banyak masyarakat yang tidak kebagian tiket tersebut.
“Untuk kasus habisnya tiket KA dalam waktu singkat itu, kami akan tanyakan kepada yang bersangkutan. Baik Menteri Perhubungan maupun PT KA sendiri. Saya sendiri tidak tahu banyak mengenai penjualan tiket eksekutif yang habis secara kilat itu,” tegas anggota DPD RI asal Banten, Habib Ali Alwi dalam dialog kenegaraan ‘Kesiapan transportasi jelang arus mudik’ bersama pengurus Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Ellen SW Tangkudung dan pengamat transportasi Yayat Supriyatna di Gedung DPD RI Jakarta, Rabu (8/7).
Menurut Habib Ali, untuk saat ini pemerintah tampak lebih siap dengan meningkatkan infrastruktur dan jalan alternatif transportasi termasuk pembangunan jalan tol Cipali (Cipularang-Palimanan) sepanjang 116 Km yang menghubungkan Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta dan Jawa Timur. Tapi, sebaiknya ada prioritas pemerintah untuk meningkatkan transportasi KA misalnya memberikan subsidi khusus mudik.
“Khusus kelas ekonomi bisa memberikan secara gratis bagi masyarakat yang ingin mengirimkan sepeda motornya ke daerah tujuan masing-masing, atau memberi jalur khusus sepeda motor agar tidak berbarengan dengan mobil-mobil angkutan umum maupun mobil pribadi. Jadi, subsidi transportasi itu suatu keharusan,” ujar Ketua Panitia Urusan Rumah Tangga (PURT) DPD RI itu.
Yang terpenting kata Ellen Tengkudung, tiket KA yang terjual tersebut benar-benar dibeli oleh masyarakat dan bukannya diborong oleh calo. Khusus untuk KA ekonomi, memang sebaiknya disubsidi, namun saat ini pemerintah memprioritaskan subsidi untuk kereta listrik (KRL). “Subsidi itu diberikan untuk KRL yang menjadi kebutuhan sehari-hari masyarakat, sedangkan untuk mudik lebaran kan hanya setahun sekali. Selain itu perlu diperhatikan transportasi di luar Jawa, yang juga memprihatinkan,” tambahnya.
Yayat Supriyatna menegaskan jika setiap lebaran selalu terjadi ketidakseimbangan jumlah penumpang dengen ketersediaan transportasi khususnya darat, karena dalam waktu yang sama banyak masyarakat yang akan menggunakan kendaraan yang sama, dalam waktu yang sama, dan dengan tujuan yang sama untuk mengejar hari H Idul Fitri. “Jadi, sebaiknya melakukan mudik secara terencana, namun sulit kalau masih menunggu THR. Kalau begitu persoalannya bukan transportasi melainkan keuangan,” ungkapnya.
Hanya saja suksesnya arus mudik dan arus balik tersebut biasanya diukur dari tingkat kecelakaan dan cepatnya jarak tempuh. “Kalau tingkat kecelakaannya kecil dan jarak tempuhnya lebih cepat berarti sukses. Hal ini sebenarnya bisa dilakukan dengan mengoptimalkan KA dan pesawat, yang dipastikan lebih cepat, nyaman dan aman. Tapi, dalam kondisi ekonomi yang sulit ini, kalau sama dengan tahun lalu, dan berapa pun infrastruktur yang dibangun, berarti tidak ada peningkatan,” pungkasnya. (mun/chan)