
JAKARTA – Negara belum memenuhi berbagai fasilitas bagi para penyandang cacat atau disabilitas, seperti penggunaan huruf braile dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP). Bahkan mereka mereka selalu mendapat perlakuan diskriminasi di semua bidang kehidupan.
“Sampai saat ini, penggunaan huruf braile yang menjadi sarana utama para penyandang cacat untuk menjalani keseharian belum digunakan secara maksimal oleh pemerintah, misalnya tidak adanya ATM berbasis huruf braile. Bahkan mereka sampai saat ini tidak mengetahui apakah sebagai penduduk Indonesia atau tidak, karena KTP nya bukan huruf braile,” kata Dirjen Rehabilitasi Sosial, Kementerian Sosial, Samsudi dalam diskusi Forum Legislasi bertajuk “RUU Penyandang Disabilitas” di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (30/6).
Dari fakta di atas, Samsudi berharap Rancangan Undang -Undang ( RUU), Disabilitas dapat menjadi payung hukum yang menjamin perlindungan bagi para penyandang disabilitas untuk mendapatkan hak-haknya sebagai warga negara.
UU No.4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat, katanya menitikberatkan orang cacat menjadi objek yang harus diberdayakan. Yaitu upaya mensejatehrakan sosial para penyandang cacat, yang biasanya menempatkannya di panti-panti sosial. Padahal, para penyandang disabilitas itu bukan orang yang dikasihani.
Dia menegaskan, penyandang Disabel itu, sebenarnya orang-orang yang mengalami kekurangan atau keterbatasan fisik dalam jangka waktu lama, tetapi lingkungan sosialnya tidak memberikan aksebilitas yang baik.
Jadi RUU Penyandang Disabilitas ini akan memedomani sesuai dengan amanat CRPD (Konvensi Hak Penyandang Disabilitas) yang telah diratifikasi, yaitu pemenuhan hak-hak para penyandang disabilitas,” katanya.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR, Ledia Hanifa Amaliyah memastikan RUU Penyandang Disabilitas akan dirumuskan DPR dengan keberpihakan penuh kepada para penyandang disabilitas. “Kami akan merumuskan UU itu lebih ditekankan kepada kepedulian keluarga dan lingkungannya,” kata politisi dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.
Sejauh ini, menurut dia, RUU itu baru dalam proses perumusan draf yang akan menjadi usul inisatif DPR. “Kami berharap sebelum berakhir masa sidang ini, RUU yang sudah masuk dalam prolegnas prioritas 2015 ini bisa diharmonisasi untuk segera disetujui menjadi draf RUU inisiatif DPR. ,” ujarnya.
Satu hal penting dari pembahasan materi UU ini adalah mengenai pembentukan Komite Nasional yang diharapkan dapat mengawasi pemenuhan hak-hak penyandang Disabilitas nantinya. “Kami berharap Komite Nasional itu nanti dapat mengendors cara pandang pemerintah,” tegasnya.
Pendiri Kajian Pusat Disabilitas Universitas Indonesia, Prof. Irwanto. PhD menyoroti masih lemahnya data yang dimiliki pemerintah dalam memetakan berapa sebenarnya jumlah penyandang disabilitas yang ada.
Dia menengarai datanya tidak selalu diperbarui akibat persoalan ini tidak dianggap penting. “Meski kami memahami ada juga kendala di lapangan, misalnya ada penyandang disabilitas tidak ingin dianggap cacat, tapi faktanya mengalami kondisi disabilitas,” paparnya.
Irwanto sepakat bahwa regulasi negara yang diberikan kepada penyandang disabilitas harus berdasarkan konsep, bukan merujuk pada fisik keterbatasan orang. “Kami berharap Undang-Undang yang dibuat tidak lagi menjadi tanggungjawab penyandang disabilitas bersangkutan, tetapi semua orang,” tambah Guru Besar Psikologi Universitas Atmajaya ini.
Diakui Irwanto, diskriminasi terhadap penyandang Disabilitas terjadi disemua bidang, terutama para pengusaha yang menanamkan investasi besar. Saat ini, sangat jarang sekali pengusaha yang mau menerima pegawai yang berlatarbelakang penyandang disabilitas, bahkan hanya untuk pekerjaan-pekerjaan ringan seperti operator telepon.
Padahal, menurut dia, operator tuna netra itu justru lebih baik karena dia tidak akan kemana-mana, tidak akan pernah bermain gadget atau pekerjaan iseng, selain menjalankan tugas utamanya.
”Ya, karena siapapun yang menanamkan investasi, pasti tidak akan mau menerima ‘barang rusak’. Pastinya nggak mau rugi. Orang melihatnya, tuna netranya saja, padahal ada banyak kelebihan yang sebenarnya baik apabila memperkajakan tuna netra,” sebutnya sinis. (chan)