JAKARTA – Anggota Komisi X DPR Elviana menilai pelaksanaan Ujian Nasional (UN) tidak menjamin permasalahan pendidikan Indonesia. Karena itu, Kemendikbud sebaiknya menggali permasalahan yang selama ini terjadi setiap UN.
“Selama ini, UN terkesan mengajarkan ketidakjujuran, karena selalu identik dengan kecurangan. Harapan saya kepada Mendikbud yang baru untuk menggali permasalahan UN yang selama ini sudah dijalankan,” kata Elvi saat raker dengan Mendikbud, di Gedung DPR, Senin (6/04) lalu.
Dia juga menilai UN berbasis komputer tidak jamin bagi peserta UN untuk tidak saling contek. “Jika si anak membawa kertas contekan, ya dia tidak perlu mencontek teman sebelahnya,” papar anggota DPR dari PPP itu.
Apalagi, tambah Politisi PPP ini, hasil temuan di lapangan menunjukkan bahwa sekolah belum siap menerapkan UN berbasis computer. Seperti misalnya, hasil temuan di salah satu sekolah di Depok, Jawa Barat, sekolah mengalami kesulitan dalam menginstal programnya. Berarti, masih ada persoalan teknis di lapangan.
“Bagaimana jika ada banyak sekolah yang kesulitan menggunakan UN sistem komputer? Jadi menurut saya, perlu dipertimbangkan dulu jika ingin menggunakan UN berbasis komputer. Programnya bagus, tapi masih banyak permasalahan pendidikan yang lain yang perlu diselesaikan,” tambah Elvi.
Elvi menambahkan, anak didik mendapatkan contekan dengan sangat rapih, yaitu di lembar jawaban. Dengan mudahnya anak didik mendapatkan kunci jawaban. Hal ini mengindikasikan, ada kunci jawaban yang bocor. Belum lagi permasalahan tidak semua sekolah yang bisa mengadakan UN berbasis komputer.
“Sekolah di daerah yang sama, namun diperlakukan tidak sama. Misalnya di SMA 1 Jambi dapat, tapi SMA 2 Jambi tidak. Anak didik kan tidak mau tahu, ini karena sekolah yang mengajukan, atau karena ditolak. Hal ini dapat menyebabkan keirian,” imbuh Elvi.
Politisi asal Dapil Jambi ini menambahkan, untuk melakukan ujicoba UN berbasis komputer ini perlu dilakukan penelitian yang mendalam terlebih dahulu. Sehingga, program ini belum dapat menyelesaikan persoalan UN.
Mendikbud Anies Baswedan menyatakan, Ujian Nasional berbasis komputer hanya dilakukan pada sekolah yang menyatakan ikut program ujian ini. Pihaknya hanya menawarkan kepada sekolah, bukan penunjukkan sekolah.
Anies memaparkan, setidaknya lebih dari 720 sekolah yang mengajukan, lalu kemudian dilakukan verifikasi, hasilnya hanya 585 sekolah yang memenuhi syarat dari segi infrastruktur, sehingga dapat menyelenggarakan UN berbasis komputer.
“Sekolah yang tidak mengajukan, dan tidak memenuhi syarat, tidak kami lakukan ujian berbasis komputer. Ini sebenarnya koreksi dari UN yang dilaksanakan sebelumnya. Kami tidak ingin menerapkan sesuatu tanpa diujicoba dulu. Dari 16.900 sekolah yang menyelenggarakan UN, tidak lebih dari 600 sekolah yang selenggarakan UN berbasis komputer, di 26 provinsi. Secara persentase, sangat kecil. Hal ini sangat menarik perhatian, karena baru,” papar Anies.
Anies mengklaim, dengan UN berbasis komputer ini akan meminimilisir kecurangan selama UN berlangsung. Mengingat, dengan UN berbasis komputer, soal yang diujikan akan berbeda-beda. Duduk berdekatan pun, tidak akan dapat mencontek, karena soalnya berbeda, klaim Anies.
“Kami tidak ingin menyimpulkan sebelum diuji. Akan kami laporkan setelah pelaksanaan ujian pada 13 April nanti. Menurut saya, evaluasi ini perlu kita lakukan secara obyektif, termasuk soal biayanya. Kami tidak ingin gegabah menerapkan ini di semua sekolah, sehingga kami akan melakukan ujicoba terlebih dahulu,” jelas Anies. (chan)