JAKARTA – Komisi II DPR menargetkan penyelesaian pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pertanahan, RUU tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dan RUU pembentukan daerah otonom baru (DOB).
“UU tentang Pertanahan ini sudah ditunggu-tunggu sejak tahun 60-an dan UU ini banyak sekali bersentuhan dengan penggunaan lahan,” kata Wakil Ketua Komisi II DPR Lukman Edy, di Jakarta, Senin (23/2).
Dijelaskan, RUU Pertahanan merupakan peninggalan DPR periode lalu yang gagal disetujui menjadi UU. Gagalannya itu karena ada dua perbedaan pendapat, yaitu pertama dijadi revisi UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria dan pendapat kedua dijadikan UU tersendiri yang bukan merevisi UU PA.
“UU ini harus segera diselesaikan. Kita menargetkan paling lama 2 kali masa sidang ke depan dan kalau bisa dalam masa persidangan setelah reses ini. Karena UU ini menyangkut publik,” kata Lukman Edy.
UU yang menjadi target utama Komisi II adalah UU tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. “Ini sangat ditunggu-tunggu daerah, terutama daerah penghasil, seperti Riau, Sumsel dan daerah lainnya,” kata anggota DPR Dapil Riau itu.
Terkait pembentuan daerah otonom baru (DOB), Lukman menjelaskan bahwa pembentukan DOB sudah tidak ada masalah lagi karena moratorium pembentukan DOB sudah dihentikan karena sudah dimasukan RUU komulatif dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015-2019.
“Karena itu, Komisi II menargetkan pembentukan 25 daerah otonom baru dalam tahun ini. Daerah yang gagal disetujui menjadi DOB pada periode lalu bisa mengusulkan kembali,” kata anggota DPR dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu.
Usulan pemekaran atau pembentukan DOB tersebut kata Lukman Edy, tidak hanya terbatas pada daerah yang gagal pembentukannya pada DPR periode lalu, tapi juga daerah yang belum pernah diusulkan sama sekali.
“Daerah yang perlu diusulkan pemekarannya itu adalah daerah yang wilayahnya terlalu luas dan kapasitas fiskalnya terlalu besar. Wilayah yang terlalu luas membuat pelayanan masyarakat lambat. Sedangkan fiskal yang besar bisa memicu korupsi. Seperti kabupaten di Riau, fiskalnya Rp 3 triliun/tahun dan karena itu perlu dimekarkan,” katanya.
Dijelaskan Lukman Edy, untuk proses mengajuan DOB dimulai lagi dari nol, tidak terkecuali bagi daerah yang sudah diusulkan untuk dimekarkan pada DPR periode lalu. “Jika memang tidak ada perubahan, maka dokumen itu bisa digunakan kembali untuk usulan pembentukan DOB,” jelas Lukman Edy.
Sedangkan pengusulannya diajukan ke pemerintah dan tembusannya disampaikan ke Komisi II. “Karena UU pembentukan DOB tidak bisa lagi menjadi UU inisiatif DPR, semuanya dari pemerintah. Sampai saat ini Komisi II sudah menerima sejumlah usulan DOB,” katanya.
Namun Lukman Edy mengingatkan, pembentukan daerah otonom baru sekarang ini berbeda dengan periode sebelumnya yang langsung menjadi daerah otonom. “Kalau sekarang beda, tidak langsung menjadi daerah otonom, tapi harus menjadi daerah administratif dulu dalam waktu paling lama 3 tahun. Bisa saja 2 tahun menjadi daerah otonom yang definitif,” terang Lukman Edy.
Selama menjadi daerah administratif, jelas Lukman Edy, tidak memiliki anggaran sendiri dan APBD-nya tetap menempel kepada provinsi atau kabupaten/kota induknya. ((chan)