Legislasi

Panja RUU BPK Minta Masukan UI

PARLEMENTARIA.COM – Panitia Kerja (Panja) RUU tentang  Perubahan atas UU No. 15 tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Komisi XI DPR melakukan kunjungan ke Kampus UI, mencari informasi dan masukan untuk penyusunan Daftar Intentarisasi Masalah (DIM)  RUU tersebut.

Ketua Panja perubahan RUU BPK Achmad Hafiz Tohir dihadapan para number di kampus UI Depok, Kamis (25/10) lalu mengungkapkan, Rapat Konsultasi DPR memutuskan bahwa Komisi XI ditugaskan untuk melakukan pembahasan RUU tentang perubahan atas UU No. 15 Tahun 2006 tersebut.

Menurut Hafiz, BPK merupakan salah satu lembaga negara yang bebas dan mandiri yang memeriksa pengelolaan dan tanggungjawab tentang keuangan negara,  dalam menjalankan aktifitasnya BPK masih menggunakan UU No. 15 Tahun 2006. Namun demikian UU tersebut belum bisa mengakomodasi kebutuhan BPK dalam pemeriksaan pengelolaan dan tanggungjawab mengelola keuangan negara.

Disamping itu Tohir juga menjelaskan bahwa, lahirnya UU No. 15 tersebut, merupakan penyempurnaan dari UU No. 5 tahun 1973 tentang BPK, dan sekaligus dalam melaksanakan UU No. 16 tahun 2004 tentang pemeriksaan dan pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara.

Pada saat lahirnya UU tersebut, kedudukan BPK menjadi lebih kuat dari sebelumnya. Pada saat itu diharapkan BPK akan menjadi lembaga pemeriksa eksternal yang bebas dan mandiri. Namun demikian perkembangannya, UU BPK ternyata masih perlu di sempurnakan karena masih ada kelemahan dari UU tersebut, antara lain menngenai perhitungan kerugian negara, sifat kolektif kolegial dari keanggotaan BPK termasuk mekanisme pemilihan anggota BPK.

Selain itu, UU tersebut pernah dilakukan pengujian oleh MK mengenai syarat dan mekanisme jabatan anggota pengganti. Keputusan MK tersebut tegas mengatakan bahwa pemilihan anggota BPK harus untuk jabatan 5 tahun sehingga ada ke kosongan hukum dalam pengaturannya yang mengharuskan pergantian antar waktu.

Oleh karena itu, UU no. 15 tahun 2006 tentang BPK RI dipandang tidak sesuai dengan perkembangan hukum dan kebutuhan saat ini. Karena itu perlu diganti dan disempurnakan dengan UU yang baru guna mendukung terwujudnya suatu lembaga pemeriksa yang bebas mandiri dan professional untuk menciptakan pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).

“Dalam kesempatan kunjungan kerja  di hari ini, kami berharap mendapatkan masukan seluas mungkin dari kalangan akademisi UI agar RUU yang akan kami bahas ini sesuai dengan aspirasi yang berkembang dalam masyarakat. Selain itu dapat up to date dan dilaksanakan dalam jangka waktu yang Panjang,” ungkap Hafiz.

Eko Prasojo, salah seorang narasumber Universitas Indonesia mengatakan BPK  merupakan organ yang sangat berkuasa dan kuasanya harus digunakan untuk perubahan penting negara. Karena hasil temuannya itu untuk digunakan aparat penegak hukum menindaklanjuti dalam tindak pidana. “Menurut saya kekuasaan BPK ini harus bisa digunakan untuk mewujudkan negara yang transparan dan akuntable,” jelasnya.

Dijelaskan, perlu diusahakan bagaimana menyelaraskan antara performance audit dengan complaine audit dengan system negara secara keseluruhan, karena UU SPIP ini akan memperkuat apa yang dimaksud dengan inspector nasional. Para Irjen kemudian Inspektorat Kabupaten Kota secara akuntable kepada inspektur nasional yang langsung berada di presiden.

“Jadi memang pengawasan internal ini adalah bagaimana membangun profesionalisme, kemandirian, terhadap pengawas aparat pengawas pemerintah. Sehingga penyusunan revisi UU BPK ini harus juga selaras dengan keinginan memperkuat system pengawasan pemerintah yang dilakukan oleh APIP,” jelas dia dengan menambahkan, supaya pengawasan dilakukan APIP tidak lagi tergantung pada kekuatan politik dari para menteri atau gubernur atau walikota.

Pasalnya, APIP ini kalau sudah dengan kepentingan-kepentingan yang lebih luas biasanya tidak menjadi independen itu. “Kami dengar bahwa pemerintah mempersiapkan agenda prolegnas tahun depan mungkin di tahun terkhir, supaya mencegah terjadinya banyak penyalahgunaan wewenang di pemerintahan.” imbuh Eko.

Hadir pula sejumlah nara sumber Dr. Teguh Kurniawan,. S.Sos., M.Sc., Dian Puji Simatupang, Dr. Harsanto Nursadi, Muhammad Ichsan, Robert Porhas Tobing., SE., Dr. Ludovicus Sensi W,. CPA, CA. Juga hadir dari BPK RI  Rajaguguk, Arman Syifa BPK Provinsi Jawa Barat, Alaxander Zulkarnaen, Rina Rubiati, dan Manik Eko Susanto dari Kementerian Keuangan RI. (dpr/chan)

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top