BENGKULU – Anggota Komite III DPD RI Dra Eni Khaerani MSi (Senator asal Bengkulu) menjelaskan, DPD RI tengah menyusun RUU Bahasa Daerah yang menjadi program legislasi nasional (prolegnas) prioritas tahun 2016.
“RUU ini akan diajukan sebagai usul inisiatif untuk dibahas bersama DPR RI dan Pemerintah. Targetnya selesai tahun 2016,” ucapnya dalam kunjungan kerja (kunker) Komite III DPD RI ke Bengkulu, Senin (15/6).
Dosen Universitas Muhammadiyah Bengkulu ini menambahkan, RUU itu akan mengatur perlindungan bahasa daerah yang menegaskan pelaksanaannya. RUU Bahasa Daerah tersebut urgen dan relevan mengingat 659 bahasa suku bangsa dengan 2.636 variasi dialektal sebagai pembentuk identitas negara Republik Indonesia dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika. Nah, bahasa Indonesia merupakan refleksi dan serapan dari berbagai bahasa suku bangsa dan menjadi indentitas negara Republik Indonesia.
Kunker itu di antaranya menemui jajaran Pemerintah Provinsi Bengkulu, selain pimpinan/anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bengkulu, Universitas Bengkulu, dan Pusat Bahasa Provinsi Bengkulu. Tujuan kunker adalah menyerap, menghimpun, menampung, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat dan daerah guna menyusun Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Bahasa Daerah sebagai usul inisiatif Komite III DPD RI. Untuk RUU yang sama, tim lainnya berkunjung ke sejumlah daerah.
Asisten III Bidang Administrasi Umum Sekretariat Daerah Provinsi Ir H Sudoto MPd, yang menerima delegasi kunker itu, menyatakan Pemerintah Provinsi Bengkulu mendukung RUU usul inisitif Komite III DPD RI tersebut. “Kekayaan tradisi dan budaya akan dapat dilestarikan dan berguna bagi masyarakat selama bahasa daerah masih hidup. Ketika bahasa daerah hidup, maka budaya akan hidup,” katanya.
Guru besar dialektologi Universitas Indonesia Prof Dr Multamia Retno Mayekti Tawangsih Lauder SS Mse DEA yang juga Tim Ahli Komite III DPD RI mencatat 14 bahasa daerah yang sudah punah. Padahal, negara Republik Indonesia dibangun oleh berbagai suku bangsa yang memiliki bahasa daerah masing-masing yang merupakan identitas suku bangsa itu. “Kita ngga mau bahasa daerah punah satu persatu. RUU ini penting guna menjaga kelestarian bahasa daerah, di satu sisi, dan memperkokoh bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, di lain sisi,” tegasnya.
Dalam kesempatan itu, senator asal Kalimantan Selatan Habib Hamid Abdullah SH MH menanyakan asal muasal cerita “Tujuh Manusia Harimau”, sinetron produksi SinemArt yang ditayangkan RCTI, yang diangkat dari serial novel “Tujuh Manusia Harimau” karya Motinggo Boesje.
Usman Yasin menanggapinya. Dosen Universitas Muhammadiyah Bengkulu yang juga Ketua Yayasan Lembak Bengkulu serta Ketua Forum Pembauran Kota Bengkulu ini mengakui latar ceritanya benar-benar terjadi di Bengkulu. “Cerita itu benar-benar hidup dalam masyarakat kami. Kami mau yang begitu. Gaya bahasa dalam media anak muda saat ini seharusnya membawa konten budaya lokal. Sehingga, generasi muda kita tetap kenal dan melisankan budayanya,” ujarnya.
Sejumlah senator turut mendampingi Eni Khaerani dalam kunker ini, seperti Ahmad Jajuli (senator asal Lampung), Maria Goreti SSos MSi (senator asal Kalimantan Barat), Ir Abdul Aziz Qahar Mudzakkar MSi (senator asal Sulawesi Selatan). (chan)