
JAKARTA – Mantan tim sukses Jokowi pada Pilpres 2014 lalu Hironimus Hilapok mengakui, saat ini Presiden Jokowi menghadapi berbagai tekanan-tekanan berat, dan terjadi tarik-menarik kepentingan, termasuk dalam hal bagi-bagi kekuasaan untuk tim sukses, relawan, dan parpol pendukung.
“Saya akui masih kacau. Gesekan-gesekan masih terjadi. Gesekan politik itu mempengaruhi beliau dalam mengelola negara. Saya kira memang butuh waktu,” kata Hironimus dalam dialog kenegaraan ‘”Politik Etis Ala Jokowi: Ketika ‘Relawan’ Kebagian Jatah,” di Gedung DPD RI, Rabu (1/4).
Hironimus Hilapok adalah salah seorang yang terlibat dalam tim sukses (Timses) Jokowi pada Pilpres 2014 lalu yang ditempatkan di Rumah Transisi. Kini dia sudah mendapat jatah jabatan sebagai Komisaris independen di perusahaan plat merah, yaitu di PT Adhi Karya (Persero) Tbk.
Hironimus juga mengakui bahwa Presiden Jokowi menghadapi tekanan-tekanan, oleh karena itu dia mencari orang-orang yang bisa digunakan untuk membentengi diri dari pihak luar. “Saya kira, siapa pun presidennya, partai-partai pendukung pasti diambil untuk strategi politik presiden,” ujarnya.
Namun dia menegaskan bahwa sampai saat ini tidak ada komitmen memberikan fee atau sesuatu kepada Presiden Jokowi ketika dirinya mendapat amanah menjadi Komisaris PT Adhi Karya tersebut. “Saya kira tak berbeda dengan pemerintah sebelumnya, yang penting bisa berbuat yang terbaik untuk bangsa ini. Sebab, kalau tidak, saya bisa disomasi untuk digantikan dengan orang lain,” jelasnya
Sementara itu, anggota DPD Gede Pasek Suardika menilai wajar jika tim sukses dan relawan yang terlibat dalam Pilpres mendapat jatah jabatan, seperti jabatan sebagai menteri dan komisaris di berbagai perusahaan plat merah (BUMN) serta jabatan lainnya.
“Wajar saja ada pembagian jatah jabatan bagi Timses Pilpres 2014 lalu itu. Bahkan pembagian itu sampai hari ini belum selesai. Seperti Kepala BIN yang masih terjadi tarik-ulur. Persoalannya apakah orang itu memenuhi kapasitas atau tidak,” kata Pasek
Menurut Gede Pasek, pasti ada take and give dalam pembagian jatah komisaris tersebut untuk melanggengkan kekuasaan untuk kembali berkompetisi dalam Pilpres 2019 nanti dengan memanfaatkan pundi-pundi seperti BUMN.
Yang tidak wajar menurut Pasek adalah bagi berbagai pengamat yang sebelumnya bersikap kritis dan kemudian menjadi tidak kritis lagi dan bahkan memuja-memuja pemerintah meski salah. “Kalau pengamat kalau sebelumnya kritis, tapi ketika mendapat jatah komisaris menjadi pemuja kekuasaan, maka inilah yang tidak wajar,” ujarnya.
Diakui Gede Pasek politik transaksional sulit dihindari, karena ketika terjun ke daerah, yang ditanya masyarakat adalah uang, dana, proposal, dan sebagainya, sehingga kalau tidak kuat menghadapi fakta tersebut, maka banyak politisi yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan uang. “Jadi, wajar kalau banyak anggota DPR dan DPRD yang tersangkut hukum,” ujarnya.
Karena itu kata Gede Pasek, kalau mau negara ini baik, maka harus memperbaiki politik dari hulu sampai hilirnya, dari pusat sampai daerah. Sistem politik harus diperbaiki. Dengan perbaiki sistem politik, maka birokrasi sampai institusi negara termasuk kepresidenan, kementerian, parlemen, dan seterusnya akan baik.
Karena itu ia mengharapkan relawan, timses dan apapun namanya sebaiknya menjadi satu dalam wadah politik, tanpa embel-embel relawan. “Ya, percuma saja kalau yang disebut relawan ternyata minta jatah jabatan juga, bennefit. Mereka malah demo, protes ketika tidak mendapatkan jatah itu,” tambahnya. (chan)