www.domainesia.com
Legislasi

Pasca Putusan MK, Menteri PUPP Siapkan Perpres

×

Pasca Putusan MK, Menteri PUPP Siapkan Perpres

Sebarkan artikel ini
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat bersama Ketua Komite II DPD RI Parlindungan Purba (kanan) dalam diskusi denga tema "MK Batalkan UU SDA, Dampaknya Bagi Daerah" di Lobby DPD, Komplek Parlemen Senayan Jakarta.Rabu (11/3). Foto dardul
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat bersama Ketua Komite II DPD RI Parlindungan Purba (kanan) dalam diskusi denga tema "MK Batalkan UU SDA, Dampaknya Bagi Daerah" di  Lobby DPD, Komplek Parlemen Senayan Jakarta.Rabu (11/3). Foto dardul
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat bersama Ketua Komite II DPD RI Parlindungan Purba (kanan) dalam diskusi denga tema “MK Batalkan UU SDA, Dampaknya Bagi Daerah” di Lobby DPD, Komplek Parlemen Senayan Jakarta.Rabu (11/3). Foto dardul

JAKARTA – Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Mochamad Basuki Hadimulyo menegaskan, pihaknya menghormati putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan UU Nomor 7 tahun 2004 tentang sumber daya air (SDA), dan kembali ke UU No.11 tahun 1974 tentang pengairan.

“Pasca putusan MK tersebut PUPPR sedang menyiapkan pelaksanaannya dengan menyiapkan aturan turunanya, bisa dalam bentuk Perpres, Peraturan Pemerintah (PP), dan lainnya agar mempunyai payung hukum. ,” tegas Hadimulyo dalam dialog kenegaraan bertajuk ‘MK Batalkan UU SDA, Dampaknya Terhadap Daerah’ bersama Ketua Komite II DPD RI Parlindungan Purba (Sumatera Utara), Direktur Eksekutif Indonesia Resources Studies/IRESS, Marwan Batubara, dan aktivis Walhi Islahuddin di Gedung DPD RI Jakarta, Rabu (11/3).
Menteri PUPPR sudah menyiapkan 21 Permen turunan dari UU No.11 tahun 19974. Dalam Permen itu ada yang kewenangan pengelolaan air itu oleh provinsi, kabupaten dan walikota. Selain itu, ada Dewan Sumber Daya Air (DSDA) yang dikelola oleh setengah swasta dan setengahnya pemerintah.
Namun demikian, sebelum merumuskan Perpen, perizinan dan aturan lainnya tersebut menurut Hadimulyo, pembahasan dan perumusannya harus melibatkan seluruh stackholder, pihak-pihak yang terkait, agar tidak terjadi tumpang-tindih. Karena itu, izin pemerintah itu harus dijadikan pengendalian bukan eksploitasi air di mana penguasaan air tetap oleh pemerintah.
“Juga tidak ada privitasisasi, maka kita minta fatwa Menkumham, agar dalam pelaksanaannya sesuai dengan putusan yang diamanatkan MK,” tambahnya.
Sebab kata Hadimulyo, pengelolaan air itu lebih sulit dari BBM, karena mengatur air ini mengatur budaya masyarakat dalam menggunakan air itu sendiri. Bahkan di dunia ada ‘World Cultur Water Forum’ hanya untuk mengurusi air di dunia, karena perang air ini perang kepentingan dunia. “Untuk PDAM memang sedang sulit bahkan banyak pipa yang terancam rusak, dan dibutuhkan sekitar Rp 100 triliun untuk 100 juta meter pipa air bersih,” pungkasnya.
Parlindungan Purba mengatakan daerah perlu menyiapkan untuk terlibat dalam pengelolaan air, sehingga berapa persen untuk swasta, provinsi, kebupaten dan kota agar tidak dikuasai oleh kelompok tertentu yang justru akan menyulitkan rakyat.
“Apalagi air makin komersial dan alam makin rusak. Hanya saja harus melibatkan semua stackholder, bahwa air harus dikuasai oleh negara, dan bagaimana air itu benar-benar bersih, sehat dan harganya terjangkau rakyat. Untuk itu, DPD RI akan menjadikan RUU SDA ini sebagai inisiatif DPD RI,” ungkapnya.
Marwan berharap, jangan ada alasan pemerintah untuk menyerahkan pada swasta bahwa pemerintah tak punya uang, jangan mengulangi kegagalan sektor Migas. Misalnya,  dengan membentuk lembaga baru yang konstitusional seperti SKK Migas, tapi dalam pelaksanaannya sama saja dengan BP Migas, dan tetap mengutamakan kepentingan swasta, investor. “Jadi, pemerintahan Jokowi harus konsisten dengan amanat konstitusi, bahwa air itu harus dikuasai Negara dan memberdayakan BUMD,” tutur amntan anggota DPD RI dari Dapil DKI Jakarta ini.
Islahuddin menegaskan untuk investor boleh dengan yang membutuhkan dana puluhan triliun, hanya saja sifatnya  bantuan bukan utang. “Kita harus yakin dengan diri sendiri, sebab kalau tidak akan tergantung terus dengan asing. Apalagi, asing tidak mau pulang dengan tangan kososng. Khususnya PDAM DKI Jakarta, harus diambil-alih oleh negara,” paparnya.
Menurut Islahuddin, konservasi banyak pelanggaran oleh pengusaha-pengusaha pertambangan dan merusak sumber daya air, kalau sumber daya air tercemar maka membutuhkan biaya yang mahal untuk menjadikannya sebagai air bersih dan harganya terjangkau oleh rakyat. “PDAM sudah 14 tahun tapi kualitas airnya tidak layak diminum, maka  kalau tidak dikuasai negara perusahaan air minum akan merajalela, mengambil dari hulunya dan pasti merusak. Di Singapura saja airnya dari hilirnya, bukan hulunya,” pungkasnya. (chan/mun)