JAKARTA – Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat menegaskan, saat ini elit bangsa ini telah kehilangan orientasi kolektif atau disorientasi dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Bahkan merisaukan lagi bahwa lembaga negara telah kehilangan kepercayaan atau distrust, dimana antara lembaga satu dengan yang lainnya saling mencaci-maki, menghina, memojokkan, caci-maki dan bahkan saling menjatuhkan.
“Kalau ini dibiarkan berlarut-larut, maka ini sebagai awal kehancuran bangsa dan negara. Jadi saat harus membangun kesadaran kolektif atas disorientasi dan distrust itu. Elit politik baik di eksekutif, legislatif, yudikatif dan lainnya harus membangun kesadaran itu dengan menyosialiasikan 4 Pilar (PancasiIa, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika -red),” Arief Hidayat dalam dialog 4 Pilar, di Gedung MPR Senin (2/3).
Menurut Arief Hidayat, terjadinya kegaduhan politik saat ini akibat menjauhkan diri dari 4 Pilar. “Mereka ini tidak lagi mengakui visi, misi,.dan tujuan bernegara sebagaimana diamanatkan Pembukaan UUD NRI 1945,” tegas Guru Besar Universitas Diponegoro (Undip) Semarang itu.
Sesungguhnya kata Arief Hidayat, tak ada perbedaan mendasar antara founding fathers dengan elit bangsa ini. Karena itu, berbeda pendapat akhir-akhir ini soal 4 Pilar itu hanya pada tataran implementasi, pelaksanaannya, tidak ada hal-hal yang berbeda secara prinsipil antara lembaga negara.
“Hanya saja semuanya harus dilandasi trust. Kita saat ini menghadapi low trust, sehingga terjadi saling mengancam, saling menggulingkan, melemahkan dan kalau dibiarkan, ini sebagai awal kehancuran bangsa ini. Tak sesuai dengan warisan founding fathers itu,” tegasnya.
Karena itu, kata Arief, kehidupan berbangsa dan negara ini harus kembali pada orientasi (khittah) berbangsa dan bernegara, bahwa Pancasila itu sebagai konstitusi tertinggi negara. Seperti halnya UU Sumber Daya Air yang dibatalkan oleh MK, karena dalam Pasal 33 (ayat 4) UUD 1945. Dimana konstitusi itu memperhatikan ekologi, pelestarian-lingkungan dan sebagainya.
Diakui Arief Hidayat, selama ini rakyat Indonesia telah memarginalkan 4 pilar dalam berbangsa dan bernegara. Ditambah lagi belum dibangunnya kultur hukum (struktur, substansi, dan prasarana). “Baru pasca reformasi Mei 1998 ada kultur hukum. Budaya hukum itu harus kuat dan menjadi kultur yang kuat. Kalau, demokrasi kuat tapi faktanya menang-menangan, saling menjatuhkan, dan kuat-kuatan, maka budaya hukum kita ini masih lemah,” tuturnya.
Dialog pilar negara dinilai Arief strategis untuk mengingat kembali kesadaran kolektif dari arti penting kebangsaan dan kenegaraan ini, tak semata-mata praktis. Bahwa sosialisasi 4 Pilar itu tak bertentangan dengan putusan MK Nomor 100/2013 yang memang tidak menganulir nomenkaltur 4 Pilar MPR dalam berbangsa dan bernegara.
Sedangkan Ketua Badan Sosialisasi 4 Pilar MPR Ahmad Basyarah mendesak Presiden Jokowi memasukkan Pancasila dalam kurikulum pendidikan. Selama ini Pancasila malah dihapus, dan hanya merupakan bagian dari Pendidikan Kewargaan Negara (PKN) dalam kurikulum pendidikan sekolah dasar (SD) dan seterusnya.
“Kondisi yang memprihatinkan terkait nasionalisme dan kebangsaan saat ini khususnya menyangkut Pancasila, maka Pancasila harus dikembalikan masuk ke dalam kurikulum pendidikan dasar. Apalagi, saat ini muncul sekolah-sekolah internasional (global) yang belum tentu sesuai dengan bangsa Indonesia sendiri,” tegas Wasekjen DPP PDIP itu.
Dengan demikian kata Ahmad Basyarah, Mendikbud Anies Baswedan harus merubah kurikulum UU Sisidiknas untuk memasukkan kembali Pancasila sebagai pelajaran dasar. “Jadi, sosialiasi 4 Pilar ini tidak saja menjadi tugas MPR RI melainkan seluruh lembaga negara untuk terus membangun dan membangkitkan kesadaran mental bangsa Indonesia melalui 4 Pilar MPR termasuk bahasa Indonesia,” ujarnya.
Karena itu istilah Sosialiasi 4 Pilar yang dilakukan MPR selama lima tahun terakhir ini mendapat sambutan positif dari masyarakat dan sudah membumi di hati rakyat Indonesia. Hanya saja setelah konsultasi dengan pimpinan MK, bahwa sosialiasi itu tak bertentangan dengan putusan MK pada Novemver 2013 lalu, maka MPR merumuskan program sosialisasi tersebut sebagai legal standing adalah sosialiasi 4 Pilar MPR. (chan)