Breaking News
Nasional

Membangun Minangkabau Emas 2045: Sinergi Ranah dan Rantau Jadi Kunci

454
×

Membangun Minangkabau Emas 2045: Sinergi Ranah dan Rantau Jadi Kunci

Sebarkan artikel ini

PARLEMENTARIA.COM – Tekad membangun Minangkabau Emas 2045 semakin menggelora. Dalam forum diskusi yang digelar Forum Minang Maimbau (FMM) di Universitas YARSI Jakarta, Sabtu (14/5/2025), puluhan tokoh Minang dari berbagai penjuru dunia, baik yang hadir langsung maupun daring, bersepakat bahwa ranah dan rantau harus bersatu padu untuk mewujudkan Sumatera Barat yang tangguh, berdaya saing, dan berkarakter kuat.

Tokoh pers sekaligus Pemimpin Umum Harian Singgalang, H. Basril Djabar, membuka diskusi dengan seruan penting, “Sumatera Barat membutuhkan gerakan ekonomi yang nyata, terukur, dan berkelanjutan”.

Basril mencontohkan sukses koperasi yang ia gagas sejak dua dekade lalu, yang kini telah memiliki aset lebih dari Rp50 miliar. Belakangan, ia juga menggulirkan Koperasi Saudagar Minang yang memiliki misi serupa -menggerakkan ekonomi berbasis kekuatan perantau.

“Sumbar butuh gerakan ekonomi dari enam juta perantau yang tersebar di berbagai negara. Jangan hanya menghasilkan ide, lalu hilang begitu saja tanpa hasil konkret,” tegas Basril, penuh semangat.

Ketua FMM, Firdaus HB yang memoderatori diskusi, menekankan keunikan forum ini: mengedepankan silaturahim sebagai fondasi lahirnya ide dan aksi.

Ia menyebut FMM telah menjadi jembatan berbagai investasi antara rantau dan ranah. Namun ia juga mengingatkan bahaya laten yang mengancam generasi muda Minang: penyalahgunaan narkoba, LGBT, hingga jeratan rentenir.

“Tak ada lagi nagari yang bebas dari narkoba. Ini fakta menyedihkan yang harus segera kita jawab dengan solusi,” ujar Firdaus prihatin.

Kepala BNNP Sumatera Barat, Brigjen Pol. Riky Yanuarfi, membenarkan kekhawatiran itu. Melalui sambungan Zoom dari Padang, ia membeberkan data mengejutkan: lebih dari 63 ribu kasus narkoba tercatat hingga 2019, dengan modus peredaran yang kini mulai melibatkan lapisan keluarga.

“Ada paman di Depok yang mengendalikan ponakannya di kampung, lalu suaminya ikut, lalu mengajak ponakan dan seterusnya,” ungkapnya.

Riky juga menyoroti ironi di balik penjara: bukannya menjadi tempat rehabilitasi, banyak anak muda justru menjadi “anak didik” para bandar narkoba yang lebih dulu ditahan.

Ketua LKAAM Sumbar, DR. Fauzi Bahar, mengangkat isu lain yang tak kalah penting: konflik keluarga akibat sengketa tanah ulayat. Jika dulu saudara kandung saling menolong, kini cucu-cucu nenek justru berseteru memperebutkan warisan.

Ia mendukung penuh program pemerintah sebagaimana disampaikan mantan Kakanwil BPN/Tata Ruang Sumatera Barat, Musriadi, untuk mensertifikatkan tanah ulayat, demi kepastian hukum dan masa depan anak keponakan.

Fauzi juga menggagas gerakan sejuta pohon aren di Sumatera Barat. “Tanamlah pohon aren di sepanjang jalan ke nagari-nagari. Ini bisa jadi kekuatan ekonomi dan ketahanan pangan di masa depan,” imbaunya.

Masalah klasik seperti rendahnya produktivitas dan kesulitan pemasaran juga disorot. Meski banyak pelatihan dan bantuan alat, produk lokal kerap tak mampu bersaing karena kurangnya akses pasar. Forum sepakat perlunya skema distribusi yang terstruktur agar produk kampung bisa menembus pasar nasional maupun global.

Prof. Yuhefizar dari Politeknik Lintau menambahkan, digitalisasi nagari dan koperasi menjadi solusi nyata. Ia menilai peran perguruan tinggi harus lebih dari sekadar teori. “Profesor jangan hanya tinggal di kampus. Turunlah ke lapangan, bina nagari,” pesannya.

Prof. Fasli Jalal yang juga dedengkot Gebu Minang, mengusulkan strategi sederhana tapi strategis: setiap perguruan tinggi di Sumbar wajib membina tiga nagari. Ia menekankan pentingnya membangun narasi bersama agar pembangunan tidak jalan sendiri-sendiri.

Sementara itu, pelatih nasional Indra Sjafri menawarkan pendekatan unik dalam membina karakter anak bangsa: sepak bola. “Mulailah dari anak SD di nagari. Buatkan lapangan, gawang, dan gelar turnamen antar nagari. Ini cara paling murah tapi efektif untuk membentuk karakter generasi emas. Toh, mereka yang duduk di bangku SD sekarang yang diharapkan menjadi manusia emas di tahun 1945,” tuturnya.

Tak ketinggalan, isu infrastruktur turut mendapat sorotan tajam. Jenderal Ardius menyesalkan lambatnya progres jalan tol dan buruknya kondisi jalur Padang–Bukittinggi. “Kalau infrastruktur seperti ini terus, jangan berharap pariwisata bisa bangkit,” tegasnya lugas.

Diskusi ditutup dengan sejumlah ajakan konkret: membangun monografi nagari, menggerakkan koperasi, memperkuat ekonomi desa, serta memberdayakan generasi muda lewat olahraga dan pendidikan. Kolaborasi lintas sektor menjadi semangat utama, demi satu cita-cita besar: Minangkabau Emas 2045. (syaf-al)

Komentar