JAKARTA – Ketua DPP Golkar yang juga Wakil Ketua MPR RI Hajriyanto Y Thohari mengakui di internal Golkar terjadi defisit atau merosotnya loyalitas dan integritas terhadap Golkar sebagai partai.
Khususnya dalam pencapresan Ketua Umum DPP Golkar Aburizal Bakrie (ARB), yang ternyata banyak internal Golkar, termasuk 8 ormas Golkar yang tidak kompak mendukung ARB, malah muncul 7 orang Golkar yang tiba-tiba siap menjadi Cawapres.
“Defisit loyalitas dan integritas itu terjadi sejak reformasi 98 sampai saat ini. Selain ada yang tidak mendukung ARB, muncul 7 orang dan mereka itu siap menjadi Cawapres, entah cawapresnya siapa? Sampai-sampai setelah bertemu seorang tokoh politik untuk berkoalisi, sang tokoh partai itu kemudian ditemui oleh orang Golkar sendiri, agar dia tidak mempercayainya,” tegas Hajriyanto dalam dialog ‘Menghitung arah koalisi parpol menjelang Pilpres’ bersama pengamat politik dari UIN Syahid Jakarta, Bachtiar Effendy, dan Syamsuddin Haris dari LIPI di Gedung MPR RI Jakarta, Senin (12/5/2014).
Golkar sendiri akan menggelar Rapimnas pada 16-17 Mei mendatang, tiga agenda akan diputuskan kemungkinan menegaskan posisi ARB sebagai Capres Golkar, merubah ARB sebagai Cawapres dan memastikan pasca koalisi; apakah kalau kalah Golkar berada di luar pemerintahan? “Jadi, Golkar akan mendengar aspirasi 33 DPD Golkar, 8 Ormas Golkar dan DPP yang hanya memperoleh satu suaram,” ujar Hajriyanto.
Berkoalisi
Soal Golkar menjadi oposisi menurut Hajriyanto, bukan sesuatu yang mustahil, karena memang ada permintaan itu. Oleh sebab itu, hanya artifisial atau mitos saja kalau ada yang mengatakan bahwa Golkar tidak terbiasa berada di luar pemerintahan atau oposisi. “Golkar tidak biasa berada di luar pemerintahan itu artifisial saja,” tambahnya.
Dalam koalisi kata Hajriyanto, memang tidak sada satu partai pun yang mencapai perolehan suara 25 % atau 20 % kursi di DPR RI. Karena itu harus berkoalisi atau menggandeng partai lain untuk mengusung Capres-cawapres 9 Juli 2014 mendatang. Dalam koalisi itu selalu terkait tiga dimensi; yaitu ideologi, platform atau program, dan penentuan tokoh sebagai capres dan cawapres.
“Berbicara ideologi dan platform akan selalu lancar, dan ketika menyangkut siapa capres dan cawapresnya, maka inilah yang sulit dicapai kesepakatan. Tapi, umumnya pembicaraan koalisi sekarang ini pragmatis-opportunistik, yaitu siapa yang kemungkinan besar menang. Fatalnya, kemungkinan itu berdasarkan survei. Untuk itu, perlu poros baru, dan Golkar optimis akan bisa bersikap setelah Rapimnas 16 – 17 Mei nanti,” pungkasnya. (chan/mun)