HeadLine

Hajriyanto Akui di Golkar Banyak Faksi

hajri221Jakarta –  Ketua DPP Partai Golkar (PG) yang juga Wakil Ketua MPR RI Hajriyanto Y. Thohari menegaskan jika sampai hari ini Golkar belum melakukan komunikasi politik dengan siapapun  dan partai manapun untuk melakukan koalisi Pilpres 9 Juli 2014 mendatang. Sebab, proses politik masih panjang, dan segala kemungkinan biasa terjadi. Apalagi yang semula ada kekhawatiran dukungan politik yang membahana, bergelombang, dan besar ternyata setelah deklarasi juga biasa-biasa saja.

“Jadi, Golkar tidak mau terburu-buru melakukan koalisi, meski hasil survei capres dari Pak Jokowi selalu tertinggi. Golkar itu sudah berpengalaman di pemerintahan, namun jika harus menjadi koalisi juga tidak masalah, karena semua dalam rangka membangun dan mengabdi kepada Negara,” tandas Hajriyanto dalam dialog 4 pilar bangsa ‘Persaingan Capres-Cawapres Menjelang Pemilu’ di Gedung MPR/DPR RI Jakarta, Senin (24/3/2014).

Diakui Hajriyanto, jika di dalam Golkar sendiri banyak faksi faksi, tapi tidak ada satu pun yang mendominasi. Juga tidak tergantung pada figure tertentu, karena sistem politiknya sudah berjalan. Karena itu berbicara koalisi, di Golkar teknokrat juga banyak. “Bahkan mereka itu tidak nyaleg, karena lebih siap menjadi menteri. Untuk itu, Golkar sulit jika menolak bergabung dalam pemerintahan koalisi,” tambahnya.

Namun lanjut Hajriyanto, Golkar tak akan meminta-minta untuk terus berada di dalam pemerintahan, meski menjadi oposisi juga segan. Hanya saja untuk saat ini belum berbicara koalisi, karena harus menunggu hasil Pileg 9 April. “Kalau sudah ada kepastian hasil Pileg, maka setalah itu Golkar akan mengambil langkah-langkah politik,” katanya.

Menurut Hajriyanto, capres-cawapres itu harus mengatahui peta masalah dengan jelas, yang akan dihadapi oleh bangsa ke depan. Karena itu, dia harus mempunyai integritas, kapasitas, berani, kapabilitas dan sebagainya mengingat Indonesia ini sangat besar. “Penduduknya 243 juta,  luas, kemajemukannya bersifat segmented pluralism, tidak menyebar seperti di Amerika dan Eropa, sehingga keadilan dan kesejahteraan yang harus diwujudkan harus benar-benar merata. Sebab, kalau tidak, akan diprotes oleh komunitas tertentu,” tambahnya.

Dengan demikian kata Hajriyanto, pemilu Indonesia ini seharusnya disesuaikan dengan watak bangsa ini, di tengah demokrasi yang sangat kompetitif, dan liberal, sehingga masih banyak perundangan-undangan (UU) yang anomali, menyimpang dan bertentangan dengan karakter bangsa ini. “Memang harus ada perbaikan-perbaikan ke depan, agar proses politik tidak liberal-transaksional seperti sekarang ini,” pungkasnya. (chan/mun)

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top