Ekonomi

Lembaga Pengkajian MPR RI Gelar Simposium Sistem Ekonomi Indonesia

PARLEMENTARIA.COM– Lembaga Pengkajian MPR RI menggelar Simposium bertema ‘Sistem Perekonomian Sosial’ di Gedung Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (12/7) Juli mendatang.

Menteri Kabinet Pembangunan, Prof Dr Emil Salim, Tanri Abeng, Ginandjar Kartasasmita, Edi Swasono, Jimly Asshiddiqieserta sejumlah pakar ekonomi termasuk penasehat ekonomi Presiden Joko Widodo (Jokowi), Prof Dr Sri Adiningsih dan Dawam Rahardjo bakal menjadi pembicara dalam simposium yang bakal membahas tentang perekonomian Indonesia tersebut.

Ketua Lembaga Pemngkajian MPR RI, Rully Chairul Azwar didampingi Ahmad Farhan Hamid, Mohammad Jafar Hafsah, Syamsul Bachri, Abdul Malik serta anggota Lembaga Pengkajian Prof. Didik J Rachbini mengatakan, simposium ini digelar bersamaan dengan Hari Koperasi 2017.

Dikatakan, simposium itu digelar disebabkan berbagai kegundahan berbagai elemen masyarakat terkait pelaksanaan perekonomian di Indonesia yang dirasakan masih jauh dari semangat dan amanah UUD NRI 1945 khususnya pasal 33.

Berdasarkan hasil kajian sementara Lembaga Pengkajian MPR, kata politisi senior Partai Golkar ini, ditemukan fakta menarik bahwa pada Setiap era pemerintahan sejak kemerdekaan, terjadi kesenjangan dan perbedaan nyata antara visi ekonomi konstitusi seperti didalam UUD 1945 dengan kenyataan penerapan kebijakan yang diambil dibidang perekonomian dilapangan.

“Prioritas kebijakan ekonomi lebih mengutamakan kepentingan akumulasi modal untuk pertumbuhan ekonomi dari pada pemerataan untuk keadilan sosial bagi seluruh warga negara,” kata Rully.

Kenyataan semacam itu tentu patut menjadi perenungan kita semua. Karena secara ideal, rancang bangun sistem perekonomian Indonesia yang digagas para founding fathers seperti Soekarno dan Hatta jelas termuat dalam pasal 33 UUD 1945.

Ketimpangan sosial yang sangat tinggi juga menjadi permasalahan buat bangsa Indonesia. Ketimpangan sosial harus di jadikan fokus perhatian dan dijadikan sebagai masalah urgen bagi semua pihak.

Pasalnya, lanjut Rully, jika masalah pemerataan dan ketimpangan sosial tidak ditangani secara tepat dan benar, itu bisa memicu konflik dan kekerasan sosial yang akan merugikan stabilitas pembangunan nasional.

Harus disadari bahwa pemerataan dan penuntasan ketimpangan sosial adalah masalah yang sangat urgen karena bisa menghambat pertumbuhan ekonomi itu sendiri.

“Ketimpangan juga menjadi akar konflik sosial, kejahatan dan kekerasan. Bahkan, ketimpangan sosial bisa mengancam kohesi sosial dan politik,” jelas wakil rakyat 2009-2014 hasil Daerah Pemilihan (Dapil) Bengkulu itu.

Berdasarkan itu, Pimpinan MPR menugaskan Lembaga Pengkajian MPR sebagai lembaga dengan fungsi “Laboratorium Konstitusi” untuk melakukan pengkajian topik Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial.

Proses kajian yang dilakukan sejak Februari 2017 melalui serangkaian diskusi terbatas yang menghadirkan beberapa tokoh antara lain Boediono, Emil Salim, Ginandjar Kartasasmita, Edi Swasono, Jimly Asshiddiqie, Dawam Rahardjo serta serangkaian FGD di empat Provinsi bekerjasama dengan UNPAD, UNUD, UNDIP dan UGM dan akhir mei 20 17 diselenggarakan Round Table Discussion yang menghadirkan 12 Pakar Ekonomi dan Politik.

Wakil Presiden RI, Muhammad Jusuf Kalla (JK) akan menjadi pengarah kunci sekaligus meresmikan acara ini. Dalam simposium itu, dibahas makalah kunci yang telah disiapkan Steering Comittee dari Lembaga Pengkajian MPR yang disampaikan Didik J Rachbini.

“Makalah Kunci ini memuat hasil kajian sementara yang telah dihimpun oleh Lembaga Pengkajian dalam sebuah buku yang diberi judul sementara Ekonomi Pancasila. Selanjutnya akan disempurnakan dalam Simposium tersebut,” demikian Rully Chairul Azwar. (art)

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top