Legislasi

RUU Penyadapan Tidak Memangkas Kewenangan KPK

PARLEMENTARIA.COM – DPR saat ini sedang membahas draf Rancangan Undang Undang (RUU) tentang Penyadapan menjadi salah satu dari 55 RUU yang masuk program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas 2019. RUU tersebut bukan bertujuan untuk memangkas kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Saya ingin meneskan bahwa RUU ini sangat penting dan tidak akan memangkas kewenangan KPK. Jadi sudah clier, dalam draf yang kita susun itu tidak memangkas kewenangan KPK,” tegas Wakil Ketua Baleg DPR Totok Daryanto (Fraksi PAN) dalam diskusi bertema ”RUU Penyadapan Pangkas Kewenangan KPK?” di Media Center DPR, Selasa (9/7/2019).

Karena itu kata Totok, tidak perlu ada pihak yang mengkhawatirkan RUU Penyadapan akan mengurangi kewenangan KPK. “Memang ada wacana bahwa KPK yang sedemikian diberi kewenangan sangat bebas di dalam membuat penyadapan itu, mestinya dibuka sebebas-bebasnya tanpa ada prosedur melalui pengadilan dan sebagainya, tetapi juga dikontrol seketat-ketatnya,” jelasnya.

Dijelaskan Totok, undang-undang tentang penyadapan terdapat di banyak undang-undang. Ada belasan undang-undang yang semua ada muatan-muatan tentang penyadapan dan definisinya juga berbeda-beda.

“Itulah yang yang membuat Badan Legislasi merasa perlu perlu untuk menyusun Rancangan Undang-Undang Penyadapan yang mengatur seluruh penyadapan, dikecualikan bagi KPK,” urainya.

Kalau penyadapan yang dilakukan oleh berbagai instansi memang harus diatur. Karena negara itu berkewajiban untuk melindungi setiap hak warga negara, hak asasi yang diatur dalam konstitusi dan seluruh negara demokrasi. “Jadi aneh apabila kita tidak memberikan perlindungan yang menjadi perintah dari konstitusi itu,” terangnya.

Di berbagai negara, jelas Totok, penyadapan itu harus betul-betul dilakukan secara ketat, secara bertanggung jawab, diatur di dalam undang-undang dan ada prosedur-prosedur yang harus dipatuhi oleh para pelaksana penyadapan. Kemudian izinnya satu pintu melalui pengadilan.

“Jadi, kalau setiap orang bebas disadap, boleh disadap, saya kira itu sudah melanggar hak asasi manusia. Dikecualikan bagi tindak pidana, seperti korupsi dan terorisme,” ujarnya.

Pernyataan senada juga disampaikan tiga pembicara lainnya dalam diskusi tersebut, yaitu Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah, anggota Komisi III DPR dari Fraksi Nasdem Teuku Taufiqulhadi dan anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDIP Masinton Pasaribu. (sam).

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top