PARLEMENTARIA.COM – Indonesia harus meningkatkan daya tawarnya terhadap negara-negara yang menjadi tujuan pengiriman Tenaga Kerja Indonesia (TKI) atau Pekerja Migran Indonesia (PMI).
“Kasus ekseskusi mati Tuti Tursilawati di Arab Saudi tanpa notifikasi menunjukan lemahnya daya tawar kita untuk ikut andil dalam peran-peran kenegaraan terhadap nasib anak bangsa di negara orang. Pada hal yang memperkosanya tidak diadili,” kata anggota MPR dari Fraksi PAN Yandri Susanto.
Yandri mengatakan hal itu dalam diskusi bertema ‘Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia’, di Media Center Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (5/11). Pembicara lainnya Ichsan Firdaus (anggota MPR dari Golkar) dan Fredy Panggabean (Direktur Kerjasama Luar Negeri BNP2TKI)
Hal tersebut kata Yandri, tidak bisa didiamkan karena masih ada beberapa orang lagi TKI antri di Arab Saudi menunggu eksekusi. Kemudian juga ada di Malaysia dan mungkin di negara lainnya.
Munkin yang perlu bisa dilakukan ke depan menurut dia, bagaimana menaikkan daya tawar G to G atau negara dengan negara. Karena ada beberapa yang bisa lolos dari esksekusi mati.
Dia mencontohkan perjuangan Prabowo Subianto yang berhasil membebaskan seorang TKI di Malaysia yang akhirnya bebas dari hukuman mati. “Mungkin supaya bebas nunggu bapak Prabowo jadi presiden. Kita berharap, siapapun yang menjadi pemimpin di republik ini harus melindungi warga negaranya,” ujar Yandri.
Di era pemerintahan SBY kata Yandri, juga ada yang di bebaskan dari hukuman mati. “Negonya bagus. Mudah-mudahan di masa pak Jokowi ada yang dibebaskan, karena ini kan tergantung negosiasi antar negara dengan lembaga hukumnya sama keluarganya,” ujarnya.
Banyaknya TKI yang menghadapi hukuman mati itu, dia meminta pemerintah, yaitu BNP2TKI, Menteri Ketenagakerjaan, Menteri Luar Negeri dan bahkan presiden mencoba menginventarisir, siapa saja warga negara Indonesia yang terancam hukuman mati, berapa lama lagi akan dieksekusi. Dengan demikian akan bisa dilakukan upaya hukum, baik secara format maupun informal.
Dia mengakui, di Arab Saudi atau di negara-negara Islam, orang yang sudah diputuskan hukuman mati, hanya bisa dibatalkan jika keluarga korban memaafkan. Untuk pendekatan kepada keluarga korban bisa dengan secara formal dan juga Informal.
“Artinya tidak mesti orang-orang yang menjadi pejabat di republik ini. Mungkin tak percaya lagi dengan pejabat negara Indoinesia, dicari tokoh-tokoh yang bisa menemui keluarganya. Siapa sih ulama yang kira-kira didengar oleh Arab Saudi di Indonesia atau siapa orang Arab Saudi yang bisa kita dekati,” jelasnya.
Dari TKI yang sudah menjalani hukuman mati itu, kata Yandri adalah asisten rumah tangga. Ini mungkin dari sisi pendidikan dan pengalaman mereka kurang. Salah satu cara agar mereka tidak pergi ke luar negeri, maka harus diciptakan lapangan kerja sebanyak-banyak.
“Kita ciptakan lapangan kerja sebanyak-banyaknya di republik ini supaya anak bangsa ini tidak tercecer ke luar negeri dan malah niatnya membantu keluarga, ternyata menghadapi tiang gantung atau hukuman pancung. Ini salah satu harus kita pikirkan, buat apa kita memasukkan tenaga kerja dari China kalau misalkan masih banyak anak negeri yang nganggur,” ujarnya. (aam)