www.domainesia.com
HeadLinePolhukam

Hendrawan Supratikno: Jokowi Harus Identifikasi Menteri yang Direshuffle

×

Hendrawan Supratikno: Jokowi Harus Identifikasi Menteri yang Direshuffle

Sebarkan artikel ini
Anggota Komisi XI Hendrawan Supratikno, Ketua Panja Penerimaan Negara/Wakil Ketua Komisi XI Jon Erizal dan Pengamat Ekonomi Dradjad H Wibowo dalam diskusi Dialektika Demokrasi bertema "Penerimaan Negara Anjlok, Beranikah Jokowi Rombak Tim Ekonomi di Pemerintahan", di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, (30/4). Foto:dardul.
Anggota Komisi XI Hendrawan Supratikno, Ketua Panja Penerimaan Negara/Wakil Ketua Komisi XI Jon Erizal  dan Pengamat Ekonomi Dradjad H Wibowo dalam diskusi Dialektika Demokrasi bertema "Penerimaan Negara Anjlok, Beranikah Jokowi Rombak Tim Ekonomi di Pemerintahan",  di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, (30/4). Foto:dardul.
Anggota Komisi XI Hendrawan Supratikno, Ketua Panja Penerimaan Negara/Wakil Ketua Komisi XI Jon Erizal dan Pengamat Ekonomi Dradjad H Wibowo dalam diskusi Dialektika Demokrasi bertema “Penerimaan Negara Anjlok, Beranikah Jokowi Rombak Tim Ekonomi di Pemerintahan”, di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, (30/4). Foto:dardul.

JAKARTA – Ketua Bidang Perekonomian DPP PDIP Hendrawan Supratikno mengakui ada menteri yang salah tempat dalam kabinet kerja Jokowi-JK sekarang ini, khususnya di bidang ekonomi.

“Memang ada menteri yang salah tempat, ada menteri yang hanya mempunyai cita-cita bukan Nawacita, ada menteri yang bingung sehingga jalan di tempat, ada yang senang hanya dengan protokoler. Nah, Jokowi harus mampu mengindentifikasi menteri-menteri itu untuk direshuffle,” tegas Hendrawan Supratikno dalam dialektika demokrasi “Penurunan Penerimaan Negara” bersama Ketua Panja Penerimaan Negara Komisi XI DPR RI Jon Erizal (FPAN), dan pakar ekonomi dari PAN Dradjad Wibowo di Gedung DPR RI Jakarta, Kamis (30/4).

Selain itu kata Hendrawan, tim ekonomi pemerintahan ini jam terbangnya masih rendah, namun akan baik kalau mau belajar dengan kurva yang tajam, maka akan mampu menjalankan program perekonomian bangsa ini, seperti Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti.

“Jadi, tim ekonomi harus ekspansif seperti cita-cita Jokowi untuk segera membenahi infrastruktur jalan tol, kereta api, pelabuhan dan lainnya yang akan dinikmati untuk jangka panjang dengan anggaran Rp 200 triliun,” ujarnya.

Penurunan penerimaan pajak tersebut menurut Jon Erizal diketahui ketika pemerintah mengajukan perubahan APBN-P 2015 dengan pertumbuhan ekonomi hanya 5,2 % tapi pemerintah masih yakin 5,8 %. Padahal, ujung-ujungnya pertumbuhan ekonomi itu terkait dengan penerimaan negara.

Bahkan evaluasi terakhir per 29 April 2015 hanya Rp 283,61 triliun termasuk dari Migas hanya 21,3 %. “Jelas ini jauh dari harapan dan jangan sampai untuk menutup kekurangan penerimaan pajak tersebut dengan utang ke luar negeri. Ini ironis, karena Indonesia pengekspor tambang, tapi hasilnya kemana? Jadi, saya pesimis dengan kinerja tim ekonomi ini,” kata Jon.

Dradjad Wibowo juga mengakui jika penerimaan negara saat ini memprihatinkan dan dirinya tidak tahu bagaimana cara pemerintah untuk menutupi kekurangan tersebut. Padahal dampaknya sangat luas misalnya pasar kita mudah digoyang, inflasi, pasar dan penjualan anjlok sampai 20%, kenaikan harga-harga, tenaga kerja dan sebagainya. “Para investor pun sudah menilai bahwa pemerintah tidak mampu, tidak kompeten, dan ini tak bisa dianggap remeh,” jelasnya.

Para investor itu sampai menyebut tingkat kesulitan sekarang ini sama dengan krisis ekonomi 1998, banyak penjamin valas tapi penghasilannya rupiah sehingga utang naik sampai 15 %, dan penghasilan turun sampai 20 % lebih. Para investor sudah memvonis bahwa pemerintah Indonesia tidak mampu, tidak yakin dengan apa yang dikatakan, sehingga mereka akan hengkang dari Indonesia. “Jadi, sekarang ini terjadi krisis untuk perusahaan dan ini akan mempengaruhi lapangan kerja dan bank menghadapi kesulitan likuiditas,” tambahnya.

Ada 25 juta penduduk yang memiliki NPWP (nomor pokok wajib pajak), tapi dari 10 juta yang dilaporkan, namun 900 ribuan orang pembayar pajak pribadi. Sehingga ada kesan pemerintah mengejar pajak pribadi yang sebagian adalah PNS, dan wartawan, yang nilainya kecil. “Harusnya pemerintah kejar utang perusahaan-perusahaan besar seperti PT. Astra Internasional yang nilainya mencapai Rp 2 triliun (pengadilan), PT. Nestle Rp 600 – Rp 800 miliar (pengadilan), ada 5 perusahaan CVO lengkap dengan data pajaknya tapi tidak ditindaklanjuti,” kata Dradjad kecewa.

Dradjad menilai tim ekonomi Jokowi ini amatiran, hanya jago buku, tapi untuk Indonesia ini tidak cukup, sehingga idbutuhkan jam terbang dan mengerti permainan. “Menurunnya pajak itu dampaknya besar ditambah lagi pemerintah mencabut subsidi, maka tim ekonomi ini harus diperbaiki, dan pemerintah bisa yakin terhadap apa yang akan dijalankan,” pungkasnya. (chan)