PARLEMENTARIA.COM – Ketua DPD RI Oesman Sapta mendukung pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Indonesia. Pembangkit listrik tenaga nuklir ini sebagai upaya negara dalam menghadapi krisis listrik bagi pengusaha nasional serta Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang akan datang.
“Memang pembangunan PLTN di Indonesia merupakan inspirasi terpendam, namun bila bicara nuklir selalu banyak rintangan. Padahal resikonya sangat kecil. Ini bukan masalah kehendak tapi kemauan,” ujar Oesman Sapta saat menerima rombongan Tim Kerja Penyiapan Pembangunan Prototipe PLTN Kemenristekdikti, di Nusantara III Komplek Parlemen, Jakarta, Selasa (13/8/2019).
Menurutnya, sejauh ini Indonesia hanya bisa mengexport material mentah ke negara-negara lain. Hal tersebut yang menyebabkan Indonesia tidak bisa bersaing dengan negara-negara lain seperti India dan Tiongkok dalam bidang PLTN. “Mereka bisa mengintervensi negara pendistribusi material sehingga bisa lebih murah. Tapi kita memiliki sendiri materialnya yang harus sudah terealisasi,” ujar senator asal Kalimantan Barat itu.
Oesman Sapta menilai, dengan teknologi nuklir ini juga bisa menjadi warisan bagi anak dan cucu bangsa ke depan sehingga bisa memiliki nilai tambah dari segi perekonomian hingga skill. “Jadi kita sederhana saja, harus berfikirnya bahwa sesuai kemajuan zaman kita. Kita harus ikut berfikir kekinian,” tuturnya.
Karena itu, Oesman Sapta mendukung rencana pembangunan PLTN di Benkayang, Kalimantan Barat (Kalbar). Bahkan dirinya berjanji akan menyampaikan pentingnya PLTN pada Pidato Kenegaraan dalam Sidang Bersama DPR RI-DPD RI pada tanggal 16 Agustus 2019 mendatang.
“PLTN bisa menjadi pertimbangan bangsa ini ke depan. Maka pada Pidato Kenegaraan nanti saya akan menyampaikan hal ini,” jelasnya.
Dirinya juga optimis dengan hadirnya PLTN bisa merubah nuansa dunia. Kenapa demikian? Karena hal tersebut bisa meningkatkan profit margin Bangsa Indonesia kedepan. “Saatnya kita menghayati betul bagaimana bisa mengurangi beban rakyat. Maka dengan adanya industri nuklir ini bisa meningkatkan profit margin kita,” ujar Oesman Sapta.
Ketua Tim Kerja Penyiapan Pembangunan Prototipe PLTN dan Komersialisasinya, Prof. Agus Puji Prasetyono dalam kesempatan itu menegaskan sosialisasi pembangunan PLTN sudah dilakukan sejak 1964, tetapi sampai saat ini tidak pernah terwujud.
Menurut Agus, hal itu bukan karena persoalan teknis, tetapi lebih banyak pada tataran masalah politik. Karena itu, dia meminta dukungan politis kepada DPD RI untuk bisa merealisasikan pembangunan PLTN di Indonesia, yang akan dibangun pertama kali di Bengkayang, Kalbar.
“Dari segi politis, kami mohon dukungan. PLTN ini sudah disosialisasikan sejak 1964. Persoalan ini tidak terealisasi bukan karena ranah teknis, tetapi karena ranah politis,” kata Agus.
Staf Ahli Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) Bidang Relevansi dan Produktivitas itu menyebutkan beberapa alasan mengapa pilihan pembangunan PLTN pertama jatuh kepada Kalbar.
“Karena Gubernur Kalbar Sutarmidji sangat intensif dan mendukung, agar provinsi itu bisa melakukan industrialisasi serta mengejar ketertinggal dari daerah lainnya. Terlebih lagi, ujar dia, saat ini indeks pembangunan manusia (IPM) Kalbar hanya di atas Papua,” katanya beralasan.
Selain itu, mengapa Kalbar cocok dibangun PLTN, karena kaya akan uranium. Kalbar juga jarang terjadi gempa. “Persyaratan utama pembangunan PLTN adalah safety. PLTN sistem nuklir jauh lebih aman dari pembangkit lainnya, jadi dapat dikatakan nuklir aman,” tegasnya.
Agus menambahkan dalam pembangunan PLTN, pertama memang harus bebas dari gempa. Kedua dekat dengan laut, dan ketiga jauh dari kawasan penduduk. “Karena Kalbar sendiri sangat kecil kemungkinan terjadi gempa. Tentu pengembangan PLTN tenaga nuklir sangat mungkin dilakukan,” lontarnya.
Dia menambahkan, dalam membangun PLTN tentu dibutuhkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas tinggi untuk mengoperasikan tataran industrinya maupun pembangkit itu sendiri.
Menurut Agus, pembangunan PLTN harus terintegrasi. Agus menegaskan, tim kerja sudah melakukan banyak hal, terutama penyiapan dokumen-dokumen, maupun pemanggilan vendor.
“Semua vendor di seluruh dunia tertarik membangun ini di Kalbar. Semua vendor kami undang, mereka sangat antusias membangun PLTN pertama di Indonesia, yang dimulai dari Kalbar,” paparnya.
Di kesempatan yang sama, Anggota Dewan Energi Nasional Syamsir Abduh menambahkan, tidak ada negara lain yang besar tanpa menggunakan secara bijak PLTN mereka. Karena di situlah proses industrialisasi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. “Maka kita harus belajar dari negara maju seperti Tiongkok,” tuturnya.
Secara garis besar, sambungnya, bahwa komitmen pemerintah Indonesia dengan Tiongkok sama dalam membangun nuklir pada tahun 1965. Namun Indonesia hanya menghabiskan waktu untuk diskusi, tapi tidak ada keberanian untuk membangun PLTN. “Padahal sudah nyata, PLTN memberikan dampak yang luas pada industrialisasi di suatu negara,” papar Syamsir.
Pada kesempatan itu, Sekretaris Jenderal DPD RI Reydonnyzar Moenek menambahkan bahwa intinya Kesekjenan DPD RI siap dalam memberikan dukungan baik itu bersifat administratif dan teknis operasional. “Namun sesuai amanah Ketua DPD RI, bahwa kita siap memberikan perhatian yang signifikan kelangsungan dari program pembangunan PLTN ini,” tuturnya.
Menurut Reydonnyzar, konsumsi listrik bagi masyarakat sangat diperlukan namun punya keterbatasan. “Maka kita mengapresiasi adanya PLTN ini khususnya di Benkayang. Tentunya semakin cepat akan semakin baik untuk diimplementasikan pembangunan PLTN,” harap Donny Moenek, begitu dia akrab disapa. (chan)