PARLEMENTARIA.COM – Dirjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Zudan Arif Fakrulloh mengakui bahwa Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP) milik warga negara asing asal China bernama Guohuin Chen asli.
“Jadi NIK dan KTP Pak Chen asli, hanya ada kesalahan input. NIK-nya Chen asli, KTP Chen asli, yang keliru adalah datanya Bahar menginputnya menggunakan data Chen,” terang Zudan Fakrulloh, di Jakarta, Rabu (27/2/2019).
Dijelaskan Zudan, pemberian KTP el bagi WNA sudah diatur dalam UU No 24 tahun 2013, pasal 63 dan 64 yang menyebutkan bahwa penduduk yang WNA dan WNI bila sudah 17 tahun wajib memiliki KTP el atau e-KTP. Bagi WNA harus memiliki ijin tinggal tetap.
“Jadi sesuai pasal 63, seorang warga negara asing yang sudah berumur 17 atau lebih atau berumur 17 tahun tapi sudah menikah dan memilki ijin tinnggal tetap maka yang bersangkutan wajib mengurus KTP El. Cara membedakan KTP El WNA itu ada masa berlakunya, menggunakan bahasa Inggris,” jelas Zudan.
Zudan mengakui, tampilan KTP El yang digunakan WNA memang sama, warnanya biru beckgrounnya merah atau biru. Untuk membedakan hanya bisa dilihat dari masa berlakunya, kemudian kewarganegarananya dituliskan, kemudan ada tiga unsur agama, status perkawinan dan pekerjaan ditulis dalam bahas asing.
Menjawab pertanyaan wartawan, Zudan mengatakan bahwa Ditjen Dukcapil telah merbitkan kurang lebih 1.600 KTP El untuk warga negara asing untuk seluruh wilayah Indonesia. Penerbitan KTP El buat WNA tersebut terbanyak di empat provinsi, yaitu Bali, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Agar tidak terjadi lagi data yang penduduk dalam daftar pemilih, dia mengimbau Komisi Pemilihan Umum (KPU) menggunakan data base (DP4) dari Ditjen Dukcapil Kemendagri yang sudah diserahkan kepada KPU.
“Nah, agar tidak terjadi lagi salah input, kami berharap dariKPU bisa optimal menggunakan data base kependudukan dari dukcapil. Tidak lagi menginput manual satu per satu. Tetapi sepenuhnya DPT jadi domain KPU. Tugas kami memberikan DP4, merekam dan mencetak KTP El,” jelas Zudan. (sam)
Sementara itu, Kapuspen Kemendagri Bahtiar yang dikutip dari laman website kemendagri.go.id, Rabu (27/2/2019) menjelaskan, meskipun WNA memiliki KTP elektronik namun KTP-nya tidak bisa digunakan untuk memilih dalam Pemilu karena. Terkait syarat untuk bisa memilih sebagaimana diatur dalam Pasal 198 UU Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum.
Ayat (1) dijelaskan bahwa yang memiliki hak memilih pada Pemilu adalah Warga Negara Indonesia yang pada hari pemungutan suara sudah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih, sudah kawin, atau sudah pernah kawin mempunyai hak memilih adalah warga negara Indonesia. Jadi seluruh WNA yang ada di Republik Indonesia ini tidak memiliki hak politik untuk memilih ataupun dipilih.
Ayat (2) Warga Negara Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didaftar 1(satu) kali oleh Penyelenggara Pemilu dalam daftar pemilih. Dan ayat (3) Warga Negara Indonesia yang telah dicabut hak politiknya oleh pengadilan tidak mempunyai hak memilih.
“Permasalahan Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang digunakan atas nama berbeda seperti yang diketemukan di Kabupaten Cianjur, a.n Bahar dan masuk dalam DPT. Hasil penelusuran Ditjen Dukcapil Kemendagri bahwa telah dicek DP4 yang diserahkan Ditjen Dukcapil kepada KPU RI tahunn2017 yang lalu tidak ada NIK tersebut dalam DP4. Jadi Kemendagri tidak mengetahui karena yang berwenang menetapkan DPT adalah KPU. Tapi kami pastikan NIK tersebut tidak ada dalam DP4 yang diserahkan Kemendagri kepada KPU RI”, pungkas Bahtiar. (chan)