PARLEMENTARIA.COM– Sekjen partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Ahmad Muzani menyebutkan, pidato calon presiden (capres) binor urut 02, Prabowo Subianto soal ‘tampang Boyolali’ bukan untuk melecehkan masyarakat setempat.
“Saya tidak menangkap sedikit juga kata Boyolali yang diucapkan Pak Prabowo dalam pidato dimaksudkan untuk melecehkan orang Boyolali,” kata Muzani saat mendampingi Prabowo ziarah ke Makam Mbah Priuk di Jakarta Utara, Minggu (4/11).
Wakil rakyat dari Dapil Provinsi Lampung tersebut menjelaskan, konteks pidato Prabowo hanya ingin menunjukkan masyarakat Boyolali ‘terasing’ dari gedung dan mal mewah di kota besar. Justru masyarakat jarang menikmati gedung tersebut.
Dikatakan Muzani, Boyolali yang ucapan Prabowo itu adalah sebagai bentuk keakraban oleh seorang yang sedang berpidato kepada audiensnya. “Hal itu menunjukkan semangat tentang apa yang diucapkan dimana ada keterasingan antara gedung-hotel dengan orang di sekitarnya. Itu sesuatu yang asing,” kata Muzani.
Menurut laki-laki asal Tegal, Jawa Tengah ini, orasi Prabowo biasa saja. Justru untuk mengangkat moral masyarakat yang kurang mendapatkan perhatian. “Kita selama ini adalah orang yang kurang mendapatkan perhatian,” kata Muzani.
Pada kesempatan terpisah, Sekjen DPP Partai Amanat Nasional (PAN), Eddy Soeparno menilai pidato Prabowo soal ‘tampang Boyolali’ justru ingin memberikan penekanan masyarakat kecil sering mendapat diskriminasi dan marginalisasi.
“Saya prihatin, segala sesuatu yang diucapkan itu rawan dipolitisir. Coba kita berhuznudzon, berprasangka baik atas setiap kata dan tutur yang diucapkan. Jangan langsung kita menganggap itu penghinaan atau merendahkan,” kata Eddy.
Menurut dia, Prabowo tidak ada maksud mengejek dan merendahkan ataupun memberikan kata-kata yang justru mengkerdilkan masyarakat daerah tertentu. Apalagi istilah ndeso dianggap sudah biasa.
“Kita menjaga tahun politik ini jadi teduh, selalu berpikir positif, dengan berpikir yang dilakukan pemimpin kita, calon pemimpin kita di 2019 itu hal terbaik bukan hal yang justru memecah belah bangsa ini,” kata Eddy.
Ia pun kasihan pada kepolisian yang akan kelabakan menerima laporan masyarakat yang begitu banyak. Sebab pihaknya ingin menyampaikan sesuatu ke masyarakat kepada publik, tapi malah rawan diplintir.
“Di mana netralitas dan objektivitas kita dalam menyampaikan suatu hal. Saya pikir masyarakat juga paham dan cerdas apakah ini sesuatu yang negatif atau merendahkan atau justru sesuatu yang dianggap sebagai hal wajar dan layak disampaikan. Jangan sampai kita justru dalam lima sampai enam bulan ke depan di tahun politik ini selalu berkejaran dengan masalah hukum,” kata Eddy.
Menurut dia, diskusi di media sosial juga harus disaring. Ia meminta agar buzzer jangan memelintir berita. Sebab kasihan tokoh ingin menyampaikan sesuatu yang baik ke masyarakat. “Tapi justru penyampaian dipelintir dan dijungkirbalikkan sehingga kesannya negatif,” demikian Eddy Soeparno. (akhir)