Legislasi

Komite III DPD RI Uji Saih RUU Perlindungan Pasien di Padang dan Tarakan

PARLEMENTARIA.COM – Komite III DPD RI, Senin (02/07/2018) menggelar Seminar Uji Sahih RUU Perlindungan Pasien di Fakultas Hukum Universitas Andalas Padang.

Seminar yang dibuka oleh Dr. Kurniawarman, SH., Mhum, Pudek I FHUnand juga dihadiri anggota Komite III DPD yakni Nofi Chandra selaku senator asal Sumatera Barat, Fahira Idris (Ketua Komite III DPD RI/DKI Jakarta), Mohammad Nabil (Kep. Riau), Abu Bakar Jamalia (Jambi), Syarif (Lampung), Ahmad Sadeli Karim (Banten), GKR Ayu Koes Indriyah (Jawa Tengah), Mumamad Afnan Hadikusumo (DI Yogyakarta), Suriaty Armaiyn (Maluku Utara), Novita Anakotta (Maluku), Charles Simaremare (Papua).

Fahira Idris, Ketua Komite III DPD RI dalam sambutan pembukaannya menyampaikan sedikitnya ada 5 isu yang diharapkan diperoleh dari publik di Padang terhadap RUU Perlindungan Pasien yang disusun oleh Komite III DPD RI tersebut.

Adapun 5 isu tersebut yakni Prinsip-prinsip perlindungan beserta ruang lingkupnya; Obyek dan sistem atau mekanisme perlindungan pasien; Hak dan kewajiban para pihak yang terikat dalam layanan kesehatan; Pengawasan pelaksanaan perlindungan pasien; Penyelesaian sengketa perlindungan pasien, dan Sanksi terhadap pelanggaran perlindungan pasien.

Fahira juga menambahkan, salah satu ide dan usulan DPD RI dalam rangka memberikan jaminan perlindungan pasien adalah pembentukan Badan Perlindungan Pasien (BPP). Badan ini pada pokoknya bertugas dan berfungsi untuk memastikan berjalannya sistem perlindungan kepada pasien.

“Salah satu bentuk sistem perlindungan pasien yang ditawarkan adalah pemberian kompensasi pada pasien sebagai akibat kelalaian atas pelayanan medis atau kesehatan. Jadi bukan melakukan gugatan atau tuntutan hukum kepada tenaga kesehatan,” ujar Fahira Idris.

dr. Mery Yuliesday, MARS, Kepala Dinas Kesehatan Prov Sumbar menyoroti perihal ganti rugi atau kompensasi yang menjadi hak pasien.

Mery meyatakan bahwa sarana dan prasarana serta SDM setiap rumah sakit faktanya sangat beragam sesuai tipe rumah sakit.

“Sebagian besar rumah sakit di daerah sangat terbatas sarana dan prasarananya, sehingga hal-hal tesebut seringkali berdampak pada pemberian layanan kesehatan yang belum paripurna. Dapat dibayangkan, ada banyak rumah sakit daerah yang nanti akan tutup karena menghadapi tuntutan ganti kerugian dari pasien sebagai akibat minimnya sarpras tersebut,” ungkap Merry pada Seminar Uji Sahih RUU Perlindungan Pasien yang diselenggarakan oleh Komite III DPD RI bekerjasama dengan Fakultas Hukum Universitas Andalas Padang itu.

Sedangkan Charles Simabura, SH., Mhum, Wadek FH Unand narasumber lainnya meski mengapresiasi usulan pembentukan BPP namun menekankan pembentukan BPP jangan sampai kontraproduktif apalagi jika menjadi beban anggaran negara untuk operasional badan itu.

Di Tarakan

Penyusunan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pasien harus disegerakan mengingat peraturan yang ada saat ini masih parsial.

Wakil Ketua Komite III DPD RI, Abdul Azis menyampaikan dalam Uji Sahih RUU Perlindungan Pasien di Universitas Borneo Tarakan, Kalimantan Utara bahwa peraturan yang ada belum komprehensif mengatur perlindungan pasien. Peraturan berkaitan dengan perlindungan pasien masih tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan lain yaitu UU Kesehatan, UU Praktik Kedokteran, UU Rumah Sakit dan UU Perlindungan Konsumen.

Komite III DPD RI menyelenggarakan Uji Sahih di Universitas Borneo Tarakan, Kalimantan Utara untuk menghimpun aspirasi masyarakat daerah khususnya perbatasan. Pemangku kepentingan yang hadir dalam Uji Sahih RUU Perlindungan Pasien ini antara lain: Wakil Rektor 1 bidang Akademik dan Sistem Informasi Universitas Borneo Tarakan Dr. Ir. Adi Sutrisno, MP, Dekan Fakultas Hukum UBT Yahya Ahmad Zein, SH, MH, Kepala Instalasi Kedokteran Forensik RSUD Tarakan, Akademisi Universitas Borneo Tarakan, Kepala Puskesmas Tarakan, POLRES Tarakan, dan rombongan Komite III DPD RI

Senator Abdul Azis menjelaskan kondisi kesehatan di negara ini masih menghadapi berbagai tantangan dari berbagai aspek. Terdapat keluhan masyarakat miskin untuk mendapatkan akses pelayanan kesehatan yang memadai di daerah. Begitu pula kasus penggunaan vaksin palsu yang dilakukan oleh 14 rumah sakit telah melanggar UU Nomer 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit serta penolakan pasien oleh layanan kesehatan.

“ Hubungan terapeutik pasien dengan tenaga medis seringkali tidak seimbang. Posisi pasien cenderung lemah. Kendala yang dihadapi pasien seperti pengetahuan yang minim, bantuan hukum, penyelesaian sengketa, kompensasi dan penyelesaian penegakan hukum “, tandas Wakil Ketua Komite III ini.

Dalam paparannya Prof. Achir Yani S Hamid, MN DN SC selaku tim ahli penyusunan RUU Perlindungan Pasien menjelaskan Hubungan terapeutik memposisikan pasien sangat lemah. Pasien tidak mampu memahami kebutuhannya dalam hal penanganan medis. Bahkan faktor ekonomi masih terkendala keterbatasan kemampuan untuk menyetujui tindakan medis pada dirinya.

“ Situasi ini diperparah peraturan selama ini belum menghasilkan perlindungan pasien yang komprehensif dan efektif. Selayaknya pelayanan kesehatan dijiwai oleh prinsip kemanusiaan, keadilan dan altruisme tenaga kesehatan”, tegas Achir Yani.

Kepala Instalasi Kedokteran Forensik RSUD Tarakan, Dr Anwar Djunaidi, Sp. F menjelaskan penyelenggaraan rumah sakit memiliki tugas memberikan pelayanan kesehatan, perlindungan dan keselamatan pasien. Selama ini Rumah sakit terus disorot oleh masyarakat karena seringkali terjadi sengketa medik. Malpraktik muncul disebabkan adanya gangguan dalam komunikasi tenaga kesehatan dengan pasien atau keluarga. Keluhan yang muncul sejak dini seharusnya direspon oleh tenaga medis. Kasus kesehatan yang marak memerlukan pengelolaan dalam bentuk koordinasi yang seimbang antara dokter, tenaga medis lain, pasien, keluarga, komunitas dan pemangku kepentingan lainnya.
Sebagai tambahan Dekan Fakultas Hukum UBT, Yahya Ahmad Zein, SH, MH mengungkapkan bahwa penyusunan regulasi harus mempertimbangkan tarik menarik kepentingan politik dan hukum. Peranan Dewan Perwakilan Daerah RI sangat siginifikan dalam hal ini sebagai representatif yang mengusung keinginan masyarakat di daerah. Regulasi ini disusun untuk mencapai kepentingaan bersama.

Kunjungan Kerja kali ini diikuti oleh 7 Senator Komite III DPD RI antara lain; H Abdul Azis, SH ( Sumatera Selatan ), KH Muslihuddin Abdurrasyid, Lc, M.Pdi ( Kalimantan Utara ), H. Rafli (Aceh ), Dr. Dedi Iskandar Batubara, S.Sos, SH, MS ( Sumatera Utara), Bahar Buasan, ST, M.SM ( Bangka Belitung), Dr. Shri I Gusti Ngurah Arya Wedakarna MWS ( Bali), dan H. Habib Hamid Abdullah, SH, MH ( Kalimantan Selatan). (chan)

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top