Pengawasan

Diganggu Polisi Belum Punya SNI, Pengusaha Mainan Mengadu ke Cak Imin

PARLEMENTARIA.COM– Wakil Ketua MPR RI, Muhaimin Iskandar berang setelah mendengar keluhan sejumlah pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Mainan Indonesia (AMI).

Para pengusaha yang tergabung dalam AMI itu melalui Sutjiadi Lukas (Ketua AMI-red) mengadu kepada Muhaimin pada acara buka puasa di rumah dinas pimpinan MPR RI, Senin (22/5) mengatakan, petugas Polisi menyita produk mainan mereka dengan alasan tidak punya Standar Nasional Indonesia (SNI).

Padahal, kata Sutjiadi, pemeriksaan soal produk mainan standar SNI itu adalah Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) bukan polisi kecuali kalau produk itu menelan korban, baru polisi mengadakan penyidikan.

Dikatakan, beberapa pengusaha saat membawa produk baru mainan anak itu sering berurusan dengan polisi yang mengakibatkan usaha mereka terganggu.

“Kami sudah melapor kepada menteri perdagangan, perindustrian serta Kapolri tentang perlakuan oknum polisi itu. Namun, tetap saja jika di jalan mengetahui barang yang dibawa mainan anak tak ada SNI, langsung ditahan dibawa ke kantorpolisi,” kata Sutjiadi.

Pada kesempatan itu, Muhaimin juga mendengarkan keluhan dari asosiasi produk pakaian anak dan popok anak. Bahkan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini langsung menanggapi dengan menyatakan, Polres, Polsek, Polda diminta jangan melampaui batas wewenang yang bukan tugasnya diambil alih seakan itu tugasnya.

“Saya minta kepada seluruh jajaran polisi untuk tidak mengganggu para pengusaha mainan anak dengan main tangkap sementara itu bukan wewenangnya,” kata laki-laki yang akrab disapa Cak Imim ini.

Selain itu laki-laki kelahiran Jombang 52 tahun silam ini juga meminta PPNS jika mengadakan pemeriksaan soal produk mainan anak belum punya SNI dibina dan diarahkan agar nantinya punya standar SNI. “Bantulah industri kecil itu agar bisa berkembang sehingga jika besar mengangkat ekonomi rakyat,” ucap dia.

Muhaimin juga meminta agar pemerintah menjaga ketat penggunaan produk komponen dalam negeri bukan luar negeri jika harus menggunakan tenaga kerja Indonesia bukan asing.

Dia kecewa adanya perlakuan tidak adil di dunia ketenagakerjaan jika untuk tenaga kerja Indonesia dikenakan pajak pendapatan 30 persen sedangkan tenaga asing hanya dikenakan 100 Dolar AS saja. (art)

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top