PARLEMENTARIA.COM – Sekjen DPR RI Achmad Djuned mengatakan, sesuai tugas pokok dan fungsinya (tupoksi) memiliki tugas mendukung kegiatan Dewan dari sisi administratif dan keahlian. Dukungan administrasi termasuk menyiapkan sarana prasarana yaitu pembangunan gedung dalam pelaksanaan tugas konstitusionalnya.
“Karena itu Sekjen punya kewajiban menyiapkan sarana termasuk Gedung DPR. Ini adalah kewajiban pemerintah dan yang mewakili pemerintah di DPR adalah Sekjen,” tandasnya dalam seminar nasional “Rencana Pengembangan Kawasan Parlemen: Pembangunan Alun-alun Demokrasi dan Gedung DPR di Senayan, Rabu (20/9).
Menurutnya, rencana pembangunan Gedung DPR sudah dimulai sejak Ketua DPR Agung Laksono, Marzuki Alie dan kini Setya Novanto dan tiga Sekjen DPR yakni Nining Indra Saleh, Winantuningtyas Titi dan sekarang Achmad Djuned. Hingga sekarang belum mulus karena masih ada pro kontra.
Gedung Nusantara I yang sekarang menjadi kantor anggota, kata Djuned dibangun 1997, saat itu kapasitasnya 800 orang terdiri 560 anggota staf. Namun seiring perkembangan, kini ditempati 560 anggota ditambah 7 staf terdiri 5 tenaga ahli dan 2 staf administrasi sehingga kini ditempati lebih dari 5 ribu orang.
Belum lagi, luas ruangan anggota hanya berkisar antara 28 m2 hingga 36 m2, ditempati seorang anggota dan 7 staf ditambah dokumen yang terus bertambah, semakin lama beban ruangan itu tidak mencukupi. Karena itu pada tahun 2014 membahas kembali dan Ketua DPR tanggal 10 Pebruari 2015 berkirim surat kepada Presiden mohon ijin untuk melanjutkan pembangunan perpustakaan dan museum. Pada bulan yang sama disetujui melalui surat Mensesneg untuk melanjutkan pembangunan gedung.
Sekjen DPR juga berkirim surat kepada Sekretaris Menteri Negara dan yang terakhir mendapat balasan dari Mensesneg dengan No.B 264/Mensesneg/D3/HL 0001/03/2015 tanggal 16 Maret 2015 yang ditujukan kepada Sekjen mengenai penataan kawasan MPR/DPR dan DPD. Pada prinsipnya Presiden telah menyetujui rencana pembangunan gedung dalam rangka penataan kawasan MPR/DPR dan DPD dalam satu kesatuan.
Dijelaskan pula, pasca gempa tahun 2009, sudah berkirim surat ke Kemen PUPR, namun alkhamdulillah hasil audit tidak ada kemiringan arah vertical. “ Kalau kemarin ada isu soal kemiringan, kami sudah dapat audit tidak ada soal kemiringan,” katanya.
Meski demikian ada keretakan dari lantai 6 sampai 23, namun rekomendasi PU supaya diinjeksi, sudah dilakukan. Kesimpulannya indikasi retak itu sudah diperbaiki. Selain itu ada rekomendasi agar ada pembatasan pembebanan agar setiap meter persegi Gedung Nusantara I tidak lebih dari 200 kg.
Atas dasar itu Sekjen akan melakukan pembangunan gedung, dan yang direncanakan sesuai peraturan perundang-undangan. Yaitu sesuai Perpres untuk pejabat negara/Eselon I maka luasan ruangan adalah 117 m2 dan dari hasil study banding ke MA dan MK bahwa mereka membangun ruangan seluas itu, bukan seperti yang sekarang hanya 28m2 hingga 36 m2.
Diakui dalam pembangunan gedung masih ada kendala, yakni soal analisa biaya dan pentahapan dan pihaknya sudah berkirim surat ke Kementerian PU-PR. Selain itu terkait jangka pembangunan yang diharapkan dilaksanakan tahun jamak namun diputuskan setelah ada analisa biaya.
“Mudah-mudahan pada tahun 2018 kita bisa memulai lagi apa yang menjadi cita-cita dan angan-angan DPR memiliki gedung baru akan terwujud. Karena ini merupakan kewajiban pemerintah, kalau Presiden menunjuk yang membangun KemenPUPR, kamipun tak masalah,” kata Djuned menambahkan. (esa)
