JAKARTA– TNI harus dilibatkan dalam penanggulangan masalah terorisme di Indonesia. Apalagi kalau ancaman teroris itu sudah mengarah kepada kedaulatan negara.
Itu dikatakan anggota komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (HAM) Raichatul Aswidah dalam seminar Pansus RUU Penanggulangan Terorisme yang digelar Fraksi Partai Golkar DPR RI di Gedung Paelemen, Selasa (6/12).
Selain Raichatul Aswidah juga hadir sebagai pembicara adalah Ketua Fraksi Partai Golkar Kahar Muzakir, sekretaris Fraksi Golkar, Aziz Syamsuddin, Nasir Abas (eks Jamaah Islamiyah).
Dikatakan, pelibatan TNI bisa merumuskan dalam RUU tanpa bergantung kepada rumusan PBB. Apalagi, PBB menyerahkan kepada masing-masing negara sesuai ancaman yang dihadapi negara itu.
Pada kesempatan itu, Nasir Abbas mengingatkan jika teroris itu akan melakukan terror secara terus-menerus dan berulang-ulang, Dalam ideologi teroris, membunuh itu kewajiban dan meninggal sebagai mujahid, mati syahid, masuk surga dan mendapatkan bidadari.
“Itu sudah menjadi ideologi mereka. Bisa dirubah, tapi sulit karena doktrinnya sejak di Afganistan sudah begitu,” kata Nasir Abas yang tengah berjuang mendapatkan Kewarganegaraan Indonesia.
Indonesia saat ini mereka anggap negara ‘kafir’ karena tak sesuai dengan aturan negara Islam. Mereka tergabung dalam organisasi Jamaah Islamiyah (JI), Laskar Jihad, Jundullah dan semacamnya.
Khusus untuk Indonesia, kata Nasir, munculnya radikalisme itu berawal dari negara Islam Indonesia (NII) 7 Agustus 1949 dipelopori Kartosuwirdjo di Garut. NII berkembang sampai Aceh, Sulawesi Selatan, Ambon, dan daerah lainnya di Indonesia yang menjadi gerakan nasional sehingga mengancam NKRI.
Karena itu lanjut Nasir, mereka yang pergi ke Afganistan dan bergabung dengan Alqaidah serta ISIS memang bertujuan untuk mempersiapkan kekuatan diri guna mengembalikan Indonesia sebagai negara ‘Islam’.
“Mereka menganggap bahwa NKRI itu negara kafir. Ada 10 angkatan yang memang belajar akademi militer di Afganistan. Mereka belajar menembak, propaganda, penggalangan massa, counter opini pemerintah di berbagai media termasuk medsos, dan lain-lain. Jadi, mereka sudah canggih.”
Malaysia yang berbatasan dengan Philipina dijadikan sebagai basis militer, sedangkan Singapura dan Australia sebagai basis ekonomi. Indonesia sebagai target utama terorisme.
Karena itu, dalam waktu cepat mereka bisa menyebar ke Indonesia melalui Philipina, Poso, Ambon, Sumatera, Kalimantan, dan Jawa.
Dengan begitu, kata Nasir, seharusnya Indonesia ini menjadi leading sektor sekaligus leading deradikalisasi untuk menghadapi ancaman terorisme. (art)