JAKARTA – Masalah konflik pertanahan telah menjadi persoalan yang berkepanjangan. Selain itu permasalahan utama lainnya adalah ketidakpastian hukum atas penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah; ketimpangan penguasaan tanah, dan konflik tata ruang yang menghambat pembangunan.
Demikian disampaikan Ketua Komite I DPD RI Akhmad Muqowam (senator dari Provinsi Jawa Tengah) ketika memimpin rapat kerja dengan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/Kepala BPN) Sofyan Djalil di komplek parlemen, Jakarta, Selasa (6/12).
Senator dari NTB Robiatul Adawiyah mencontohkan mengenai kepemilikan 35 sertifikat hak milik (SHM) diatas hutan lindung Sekaroh di Lombok Timur. Padahal kawasan tersebut telah ditetapkan sebagai hutan lindung sejak tahun 1982. “Daerah tersebut menarik investor, sudah banyak mafia tanah yang menginginkan tanah tersebut, harus segera diambil sikap seperti mencabut SHM tersebut”, ujar Dewi.
Kasus lainnya disampaikan senator dari Provinsi Riau Intsiawati Ayus. Untuk membatasi perpanjangan HGU perusahaan sebanyak dua kali, untuk selanjutnya diserahkan kepada pemerintah.
Konflik soal HGU tersebut juga disampaikan oleh Syarif (Senator dari Provinsi Lampung) yang mendapat aspirasi dari masyarakat yang akan menuntut PT di Lampung yang memperpanjang HGU tanpa izin masyarakat adat.
Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil mengakui bahwa konflik pertanahan sudah mengganggu ekonomi, karena kepemilikan sertifikat tidak menjamin bebasnya gugatan, sehingga masyarakat tidak merasa aman. “Bapak presiden sudah menginstruksikan untuk jadi program prioritas, harus ada kepastian hukum,” ujar Sofyan.
Kementerian ATR/BPN juga membuat tim anti mafia tanah untuk membendung konflik pertanahan dan merekrut juru ukur berlisensi dalam jumlah yang besar. “Walaupun konflik pertanahan itu persentasinya kecil hanya 2 persen dari 46 juta sertifikat yang kami keluarkan tapi tetap harus serius penanganannya”, tegas Sofyan.
Sofyan Djalil menambahkan program strategis kementerian ATR/Kepala BPN adalah percepatan legalisasi aset secara sistematik sebanyak 23,21 juta bidang. Program kedua yaitu Target Reforma Agraria sampai 2019 yaitu pelepasan kawasan hutan 4,1 juta Ha; tanah terlantar HGU 0,4 juta Ha; Tanah transmigrasi belum bersertifikat 0,6 juta Ha.
Program ketiga adalah bank tanah untuk percepatan penyediaan tanah program strategis nasional. Program strategis yang dimaksud adalah listrik 35.000 MW, 7.388 km jalan tol, 24 bandar udara, 3.258 km jalur kereta api, 24 pelabuhan laut, 5 juta unit rumah MBR, 49 waduk, 1 juta hektar jaringan irigasi, 12 KEK dan 15 KI, 78 unit stasiun BBG dan 2 kilang minyak. “Bank tanah ini penting, agar ketika kita akan membangun proyek strategis, tanah sudah tersedia, ” kata Sofyan. (chan)