JAKARTA – Ketua MPR RI Zulkifli Hasan menghadiri undangan acara HUt Ke-86 Al Jam’iyatul Wasliyah, di Teater Sasono Langen Budoyo TMII Jakarta, Jumat (02/12). Di acara tersebut, Ketua MPR didaulat membawakan orasi kebangsaan Empat Pilar MPR RI.
Dalam orasi kebangsaannya, Ketua MPR mengupas Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara. Menurutnya, Pancasila ada dalam diri umat Islam Indonesia. Pancasila digali oleh pendiri bangsa Indonesia dari nilai-nilai keagamaan yang dianut rakyat Indonesia serta nilai-nilai ke Indonesiaan yang memang sudah ada dalam diri rakyat Indonesia.
Dalam Pancasila ada sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Seluruh rakyat Indonesia adalah rakyat yang ber Tuhan. Seluruh sikap dan perilaku rakyat Indonesia harus memancarkan cahaya ilahi cahaya Ketuhanan terutama perilaku pemimpinnya.
“Saat aksi super damai tanggal 02 Desember kemarin adalah implementasi rasa Ketuhanan yang sangat tinggi. Saya terharu sekaligus bangga sebagai umat Islam Indonesia. Luar biasa sekali. Indah sekali, mereka membala agamanya dengan ibadah dan kedamaian dan keramahan. Mereka tunjukan bahwa ramah bukan berarti lemah dan bukan bukan berarti bisa seenaknya diinjak-injak,” katanya.
Diungkapkan Zulkifki Hasan, umat Islam peserta aksi damai adalah rakyat yang Pancasilais sebab mereka membela agama yang telah dinistakan. Yang tidak Pancasilais adalah orang yang menistakan agama, menistakan Ketuahanan. Dalam Pancasila tidak boleh satu sama lain saling menista agama lain.
Persatuan rakyat Indonesia akan terusik jika ada pihak yang seenaknya melakukan penistaan terhadap agama orang lain. Jadi jika ada kabar bahwa aksi besar menuntut penista agama itu mengancam NKRI itu salah besar yang menista agamalah yang mengancam NKRI.
Dalam Pancasila, lanjut Zulkifli, ada sila Persatuan Indonesia. Artinya kita bersatu, jika rakyat ada yang tidak berdaya, tidak mendapatkan haknya sebagai warga, maka negara harus hadir membela dan berada dipihak rakyat bukannya disingkirkan seperti kasus penggusuran ini tentu masuk juga sebagai lengamalan sila ke dua Pancasila.
“Kepentingan rakyat harus diutamakan misal soal tenaga kerja, harus mementingkan menyerap tenaga kerja Indonesia jangan asing itu tidak nasionalisme. Begitu juga dengan kekayaan alam. Bung Karno pernah bilang, kalau kalian belum bisa menggali tambang kekayaan alam Indonesia, tunggulah sampai anak cucu kita bisa. Itulah nasionalisme kepentingan rakyat tidak bisa dikompromikan semua untuk kesejahteraan rakyat,” tandasnya. (esa)