PEKANBARU – Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Riau menyayangkan sikap aparat penegak hukum yang terkesan tidak menanggapi hasil kerja Panitia Khusus Monitoring Lahan DPRD Riau terkait perusahaan yang bermasalah di Riau.
Hal itu disampaikan Sekretaris Komisi A DPRD Riau, Suhardiman Amby, Rabu (30/11). Dikatakan Suhardiman, pihaknya telah lama menyerahkan hasil kerja pansus kepada institusi penegak hukum di Riau, baik Polda Riau atau Kejati Riau. Namun hingga kini, belum diketahui tindaklanjut dari kedua institusi tersebut. “Kita sangat sayangkan laporan kita belum ditindaklanjuti. Kita sangat kecewa,” sesal Suhardiman Amby.
Menurut politisi Partai Hati Nurani Rakyat tersebut, hasil kerja Pansus tersebut mestinya ditindaklanjuti, sebagai pintu masuk bagi penegak hukum dalam menyelesaikan perusahaan yang bermasalah di Riau. “Upaya pansus yang selama ini sudah bekerja siang malam. Tanpa menggunakan dana APBD. Ini kan menjadi sia-sia. Kita sudah membuka pintu masuk, sekarang itu mau masuk atau tidak,” kata Suhardiman.
Lebih lanjut, legislator yang pernah menjabat Ketua Pansus Monitoring Lahan DPRD Riau mengatakan, jika penegak hukum mau menindaklanjuti laporan pansus, maka puluhan triliun uang negara bisa diselamatkan. Hal ini sudah sesuai hasil kajian serta tinjauan Pansus ke lapangan. “Rekomendasi kita, ada 600 perusahaan yang bermasalah. Kalau masuk pabrik kelapa sawitnya, jumlah semuanya sekitar 700. Kerugian PPN, PPH, PBB di angka Rp34 triliun per tahun. Pajak lainnya, sekitar Rp72 triliun,” pungkas Suhardiman.
Untuk diketahui, Pansus Monitoring Lahan DPRD Riau ke Polda Riau telah menyerahkan hasil kerja ke Polda Riau dan Kejati Riau. Belakangan, Komisi Pemberantasan Korupsi meminta hasil kerja pansus tersebut untuk ditindaklanjuti.
Menanggapi hal ini, Kapolda Riau, Brigjen Pol Zulkarnain, telah mendengarkan penyampaian dari Suhardiman Amby dalam kegiatan Indonesia Anti Corruption Forum ke-5 di Pekanbaru, Rabu (23/11) lalu. “Makanya saya coba tanyakan dimana berkasnya. Kalau tidak saya akan minta kembali itu berkasnya,” kata Zulkarnain kala itu.
Hasil kerja pansus, menurut Zulkarnain, sangat sistemis. Pendekatan yang dilakukan terhadap pelanggaran yang diduga dilakukan perusahaan perkebunan dan kehutanan menggunakan banyak cara, sehingga perusahaan bisa dimintai pertanggungjawabannya. “Bagus itu, detail. Jadi, multi door. Mungkin tidak kena Undang-Undang korupsi. Mungkin Undang-Undang perpajakan,” jelas Zulkarnain.
Terpisah, Kejati Riau mengaku belum menemukan adanya indikasi dugaan tindak pidana korupsi terhadap hasil kerja pansus tentang dugaan pengemplangan pajak sejumlah perusahaan kehutanan dan perkebunan di Riau. “Belum ditemukan adanya dugaan korupsi,” kata Asisten Intelijen Kejati Riau, Muhammad Naim, beberapa waktu lalu.
Dikatakan M Naim, jika hasil kerja pansus tersebut lebih kepada dugaan pengemplangan pajak sehingga belum ada temuan adanya tipikor. “Kalau ada dugaan tipikornya, kejaksaan bisa menindaklanjutinya,” tegas Naim.
Dalam laporannya, Pansus Monitoring dan Perizinan Lahan DPRD Riau mengungkapkan adanya dugaan pengemplangan pajak yang dilakukan oleh perusahaan perkebunan dan kehutanan di Riau.
Tim Pakar Koordinasi Supervisi dan Pencegahan Penyelamatan Sumber Daya Alam KPK, Prof Hariadi Kartodiharjo, pada Agustus 2016 lalu, pernah mengungkapkan hanya sepertiga perusahaan kehutanan, dan perkebunan yang patuh membayar kewajiban pajak mereka kepada negara.
Sepertiga tersebut dari jumlah total lebih dari 400-an perusahaan yang memiliki izin di Riau. Ini untuk data perusahaan resmi saja, belum termasuk perusahaan yang tidak terdata. Menurut KPK, yang menjadi persoalan adalah tidak jelasnya data perizinan perusahan. Dalam syarat sebagai wajib pajak ada hal yang belum dilengkapi perusahaan. Data perusahaan yang diduga sebagai pengempang pajak tersebut sebelumnya diperoleh KPK dari pansus. Ini selanjutnya diklarifikasi KPK, dan menemukan sepertiga perusahaan sebagai pengemplang pajak.
Persoalan pelik lainnya juga terungkap saat lembaga antirasuah ini melakukan penelaahan lebih dalam mengenai persoalan di Kantor Wilayah Pajak Riau. Data perusahaan yang menjadi wajib pajak tidak sepenuhnya lengkap. Persoalan ini juga berkaitan dengan Badan Pertanahan Nasional Riau, dan Dinas Perkebunan Riau. Kedua lembaga itu sama-sama tidak memiliki dokumen yang lengkap terhadap perusahaan yang ada di Riau. (hr/chan)