JAKARTA – Komisi VII DPR RI berinisiatif mengajukan revisi UU No.22 tahun 2001 tentang Migas dan saat ini posisinya RUU Migas tersebut belum dibahas di Badan Legislasi (Baleg).
“Karena itu, Komisi VII DPR minta kepada pimpinan untuk segera diparipurnakan agar mendapat persetujuan membahas tata kelola RUU Migas ini,” kata anggota Komisi VII DPR RI Satya Widya Yudha dalam diskusi ‘Revisi UU Migas’ bersama Ario Joyohadikusumo (Gerindra), pakar ekonomi UI Faisal Basri, dan Sampe L. Purba dari SKK Migas, di Gedung DPR RI Jakarta, Senin (28/11).
Pengelolaan Migas itu kata politisi Golkar itu akan melibatkan pemerintah, BUMN nasional maupun lokal (BUMD) dan internasional. Dan, yang melekat pada pengelolaan Migas tersebut adalah mineral yang harus dikuasai oleh negera. Lalu, penambangan, dan tata kelola pelaksanaan penambangan itu sendiri.
Karena itu penambangan harus berpijak kepada UUD NRI 1945 khususnya pasal 33 dimana Mahkamah Konstitusi (MK) telah memerintahkan tidak boleh diserahkan ke mekanisme pasar bebas, pengelolaan diganti menjadi pengeluaran izin demi kedaulatan negara. “Jadi, posisi RUU Migas ini masih pada menselaraskan 48 pasal antar fraksi-fraksi DPR RI,” ujarnya.
Untuk Gerindra sendiri kata Ario, adalah bagaimana BUMN (Pertamina) itu menjadi ujung tombak perekonomian nasional. Sejalan dengan pasal 33 UUD NRI 1945 harus dikuasai negara dan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Dan, kini fungsi SKK Migas dikembalikan ke Pertamina, karena beberapa kesalahan di masa Orde Baru dulu.
Faisal Basri menegaskan jika masalah Migas itu ada di hulu dan hilir dan tanpa landasan hukum yang kuat. Sehingga lahir akrobat kebijakan yang ada di industry alam itu. Hanya saja tantangan di hulu itu tidak mudah. “Luhut Panjaitan dan Jusuf Kalla saja mau impor gas. Sementara cadangan gas kita hanya tinggal 37,8 tahun dan BBM tinggal 12 tahun lagi,” jelasnya.
Kondisi itulah kata Faisal, sehingga selalu ada alasan untuk impor. Apalagi melibatkan BUMD, yang sudah dikuasai oleh cukong-cukong. Misalnya ada Surya Paloh, Aburizal Bakrie (ARB) dan lain-lain. Sementara itu Pertamina tak lagi boleh menjadi regulator, tapi operator. Dimana 85 % dikuasai negara dan 15% untuk kontraktor. “Ini yang harus dijaga agar kekayaan negara itu benar-benar untuk kemakmuran rakyat,” pungkasnya. (mun/chan)
Pingback: Google
Pingback: Google
Pingback: 이문희 감독
Pingback: Amazon tile stickers
Pingback: tiles transfers
Pingback: roll off containers
Pingback: skyzone activities
Pingback: townearg service near palmer woods
Pingback: prostate massager
Pingback: sex toys
Pingback: Asylum Solicitors in London
Pingback: hybrid wheels
Pingback: Cash For Trucks Melbourne
Pingback: toronto restaurants
Pingback: chat gratis
Pingback: Sell home Derby, KS
Pingback: crazy cat lady
Pingback: Sex
Pingback: Male Enhancement
Pingback: social app
Pingback: this is my email address
Pingback: Dealer Advertising
Pingback: Car Wrecker
Pingback: 롤대리
Pingback: towing a truck
Pingback: pick auto parts
Pingback: mti magnolia telecom reviews
Pingback: ultimate lovers massage kit
Pingback: car wreckers melbourne
Pingback: diy dildo
Pingback: women’s underwear
Pingback: adam and eve
Pingback: butt plug
Pingback: bondage mask
Pingback: restraint cuff
Pingback: multifuncionales
Pingback: inchiriere apartamente iasi
Pingback: single men over 50
Pingback: jewellery findings
Pingback: iPad broken screen
Pingback: piezas originales mazda
Pingback: solar in hawaii
Pingback: hire a professional grant writer
Pingback: free real work from home jobs
Pingback: Best Cock Ring