JAKARTA – Anggota Komisi III DPR RI, Raden Muhammad Syafi’i menilai Polri menjalankan standar ganda yang membuat Indonesia kini kembali ke jaman feodal. Demokratisasi yang telah dibangun dengan darah dan air mata rakyat pun kini telah dirusak karena setiap orang yang punya pandangan berbeda dan pengkritik ditangkapi dan bahkan Polri tidak segan-segan mempertontonkan keberpihakannya.
“Ini kita kembali ke zaman feodal semua yang diangap berbeda dengan kepentingan penguasa ditangkap. Semua yang mengkritik penguasa ditangkap. Keberpihakan polisi bukan pada kebenaran dan keadilan,” tegas Raden Muhammad Syafi’i ketika dihubungi, Sabtu (26/11).
Pria yang kerap disapa Romo ini pun mencontohkan, polisi masih membiarkan Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang ditetap sebagai terangka tidak ditahan dan pihak yang meminta agar Ahok ditangkap justru ditangkapi.
”Contohnya jelas, Buni Yani, para aktivisi HMI, dan terakhir adalah penyebar isu rush money. Mereka hanya berupaya menekan pemerintah untuk menegakan hukum, tapi mereka ditangkap, sedangkan Ahok masih bebas berkeliaran,” ujarnya.
Disisi lain polisi menurutnya justru terus melindungi pihak-pihak yang selama ini terlihat melindungi Ahok. Seharusnya menurut Romo, semua pihak yang juga membuat berbagai macam isu untuk melindungi Ahok segera dijadikan tersangka dan ditahan.
“Yah para pelindung Ahok kan juga membuat isu macam-macam, tengok saja isu soal adanya aktor intelektual dibalik demo itu, saya gak perlu sebut namanya, masyarakat sudah tahu. Tengok juga itu penyebar isu makar, kenapa tidak ditangkap? Isu makar itu Kapolri yang mengungkapkan, sekarang mana buktinya, bisa gak Kapolri menjelaskan siapa yang mau makar?Kalau tidak bisa yah harus ditangkap,” tegasnya.
Lebih anehnya lagi menurutnya, Kapolri dan jajarannya justru bertemu dengan para buzzer Ahok yang jelas banyak membuat heboh di sosial media dan menimbulkan perpecahan dan keutuhan NKRI. ”Itu Kapolri untuk apa menemui buzzer Ahok? Tangkap juga mereka dong, karena mereka juga banyak buat isu tidak benar,” tegasnya.
Kalau polisi memang mau menerapkan hate speech, maka seharusnya bukan Cuma rakyat yang ditangkap karena banyak jendral polisi juga yang melontarkan hate speech. Dia pun mencontohkan pernyataan Kapolda Metro Jaya yang menghasut masyarakat untuk memukuli aktivis HMI.
“Itu Kapolda sudah mengeluarkan hate speech dengan perintahnya “pukul itu” (anak-anak HMI). Polisi harusnya bisa menjaga keamanan dan ketertiban dan harus memastikan hukum dijalankan. Negara sekarang sudah rawan isu. Kalau polisi tidak berani menindak semua penyebar isu seperti tuduhan ada aktor intelektual dan makar, maka semua penyebar isu lainnya juga tidak boleh ditindak.Kalau yang lain ditindak, maka itu yang menyebar isu aktor intelektual dan juga makar, juga harus ditindak,” tandasnya. (raden/esa)