JAKARTA– Tim Pengawas Pembangunan Perbatasan DPR RI berdialog dengan masyarakat Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, termasuk di dalamnya 21 kepala desa di daerah yang berbatasan dengan Malaysia.
Dialog dilakukan di Balai Adat Dayak di Kecamatan Lumbis, Nunukan, Kalimantan Utara, Kamis (24/11) malam yang diawali dengan pemaparan hasil peninjauan dan sikap DPR terkait pembangunan perbatasan.
Pemaparan dilakukan Ketua Tim Pengawas Perbatasan DPR RI Fahri Hamzah. Ikut mendampingi Arteria Dahlan (PDIP), Agung Widyantoro dan Hetifah Syaifudian (Golkar) serta Alvin Hakim Toha dari Fraksi PKB.
Dalam pemaparannya, Fahri yang juga politisi senior Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dari Daerah Pemilihan (Dapil) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) tersebut mengatakan, Malaysia lebih agresif mengisi kehidupan masyarakat perbatasan kedua negara.
Itu dilakukan melalui berbagai strategi, antara lain bahasa, telekomunikasi, radio, lapangan kerja dan usaha. “Ini statusnya sudah berbahaya. Sudah harus waspada,” kata Fahri.
Hetifah menyoroti mengenai efektivitas beasiswa untuk pelajar dan mahasiswa dari daerah perbatasan. “Kita ada beasiswa untuk anak-anak perbatasan sebagai wujud program afirmasi.”
Agung dari Fraksi Partai Gplkar malah memberi peluang kepada masyarakat perbatasan untuk memekarkan wilayah. Jika ingin pembentukan Kabupaten Bumi Dayak (Kabudaya) Perbatasan sebagai solusi seperti diinginkan masyarakat.
Nantinya jangan lagi mengandalkan pembiayaan dari pemerintah pusat. “Banyak kabupaten ‘berburu’ APBN. Sayang, mestinya mampu menggali potensi wilayah.”
Sedangkan Arteria mengatakan ironis apabila seluruh desa diberi dana tetapi untuk wilayah perbatasn tidak ada alokasi anggaran untuk pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB). (art)