JAKARTA – Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menantang Presiden Jokowi untuk menungkapkan secara terbuka aktor politik yang menunggangi aksi damai 4 November lalu dengan memberikan keterangan yang lebih lengkap tentang laporan yang masuk ke Presiden, siapa yang disebut sebagai aktor.
“Saya meminta agar Presiden memberikan keterangan yang lebih lengkap, siapa yang disebut sebagai aktor politik tersebut,” tantang Fahri saat jumpa pers persiapan Kongres Pertama Keluarga Alumni Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia, di Jakarta, Selasa (8/11).
Fahri menuturkan, sangat penting sebenarnya sejauh apa Presiden menganggap bahwa ini suatu kegiatan politik yang dikelola oleh kelompok poliitik, siapa koordinatornya, dapat uang darimana, semua itu harus disebutkan.
“Presiden harus menyebut nama, kalau memang Presiden meragukan bahwa aksi kemarin itu murni gerakan massa, atas respon satu situasi yang tidak memuaskan masyarakat,” cetus Fahri.
Fahri Hamzah mengingatkan Kapolri Jendral Tito Karnavian untuk tidak bicara sembarangan terkait rencananya menjerat Fahri dengan pasal makar. Dia menyayangkan pernyataan Tito meskipun dia dikenal memiliki track rekord sebagai perwira yang cemerlang.
Namun Fahri menyayangkan kemampuan intelektual Tito tidak terlihat karena bekerja pada kekuasaan. “Saya hanya mengingatkan kepada Tito untuk tidak berbicara sembarangan. Dia jendral baru dan saya juga salah satu yang urus dia untuk menjadi Kapolri. Tolong jaga diri baik-baik. Jangan bergantung pada kekuasaan karena kekuasaan bisa jatuh. Bergantunglah pada hukum karena hukum akan ada selamanya,” ujar Fahri.
Lebih lanjut Fahri mengajari Tito pembagian kelembagaan di negara demokrasi atau trias politika yang dibagi atas kekuasaan yudikatif, legislatif dan eksekutif. Kepada eksekutif jelas Fahri diberikan tugas untuk menjalankan pemerintahan dan pembagunan dengan APBN ribuan triliunan rupiah, ditambah dengan ribuan triliuan yang menjadi aset BUMN.
“Sementara DRP memilikki tugas salah satunya pengawasan dan untuk menjalankan semua tugasnya DPR memiliki hak imunitas, dan tidak boleh dipidana dalam menjalankan tugasnya. Itu menurutnya bukan sekedar ditulis dalam UU tapi dalam UUD 45. Makanya untuk anggota DPR ada UU MD3 yang mengatur ada Majelis Kehormatan Dewan yang akan menyidangkan anggota yang dianggap melanggar etika,” tegasnya. (esa)