JAKARTA – Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj menyesalkan lambatnya pihak Polri menangani kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Jika dari awal pihak kepolisian bergerak cepat menangani kasus dugaan penistaan agama tersebut, kata Said Aqil, maka perasaan umat Islam yang merasa kecewa sedikit terobati. “Kalau (gerak cepat) dari awal awal tidak akan timbul amarah,” saat Aqil usai menerima kunjungan Presiden Jokowi di kantor PBNU, Jakarta, Senin (7/11).
Dia juga mengapresiasi langkah Polri yang mempercepat penyelidikan kasus Ahok. “Bagus ya sudah ada pemeriksaan sejumlah saksi-saksi ahli, meskipun polisi agak terlambat,” kata Said Aqil
Said Aqil mengimbau kepada para pemimpin untuk menjaga komunikasinya. “Terutama menjaga lisannya, karena pepatah mengatakan ‘keselamatan seseorang adalah dengan menjaga lisannya’,” pesannya.
Said Aqil Siradj mengatakan, seorang pemimpin tidak boleh berujar kalimat-kalimat kotor yang menimbulkan kontroversi dan melahirkan perpecahan. Hakikat kepemimpinan adalah teladan yang baik atau uswatun hasanah. “Pemimpin tidak boleh berujar kalimat-kalimat kotor yang menimbulkan kontroversi bahkan melahirkan perpecahan,” kata Said.
Ia juga mengapresiasi demo ormas Islam pada 4 November 2016 yang berlangsung damai. Menurutnya, aksi itu ditujukan untuk meluruskan etika kepemimpinan. “Sebagai bagian dari cara demokrasi yang beradab dan niat yang tulus untuk meluruskan etika kepemimpinan, kami menapresiasi aksi damai 4 November,” ujarnya.
Sekarang, kata Said Aqil, saatnya bangsa ini memperkokoh tali persaudaraan, baik ukhuwah Islamiyah (persaudaraan seiman), ukhuwah wathoniyah (persaudaraan kebangsaan), bahkan ukhuwah insaniyah (persaudaraan kemanusiaan).
“Tidak tepat untuk menstigma bahwa aksi damai 4 November itu ditunggangi oleh kelompok-kelompok tertentu. Lebih bijaksana bagi semua pihak hendaknya mengambil pelajaran dari aksi damai 4 November tersebut,” pungkasnya. (esa)