JAKARTA – Wakil Ketua DPR Fadli Zon menilai pertemuan antara Presiden Jokowi dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, Senin (31/10) sangat baik dalam menyelesaikan berbagai persoalan bangsa ini dan membangun bangsa ini ke depan. Karena bangsa yang besar dengan berbagai persoalan yang ada tidak bisa diselesaikan sendiri oleh presidan.
Hanya saja Fadli Zon menyayangkan, Presiden Jokowi menemui Prabowo karena ada maunya, yaitu disaat ada masalah. “Sebagai peristiwa politik, pertemuan itu sangat baik. Tapi, jangan karena ada masalah baru mau ketemu Prabowo,” kata Fadli dalam diskusi bertema “Memaknai Pertemuan Jokowi-Prabowo” di Media Center DPR RI, Selasa (1/11).
Menurut Fadli Zon, perlu ada pertemuan yang lebih sejati, tanpa dipicu masalah apapun. Dengan begitu, persaudaraan dan persahabatan sebagai anak bangsa tetap terjaga. Saya sarankan silaturahim ini jangan di saat ada masalah saja, tapi harus rutin dalam kondisi apapun. Dan silaturahmi itu jangan hanya dengan Pak Prabowo saja, juga harus dilakukan dengan elite lainnya,” sindir Fadli Zon.
Menurut Fadli Zon, negara dan bangsa ini sangat besar sehingga tidak bisa diurus sendiri oleh Presiden. Presiden harus melibatkan dan merangkul tokoh-tokoh lainnya untuk bahu-membahu membangun bangsa ini. “Tak bisa mengelola negara itu sendirian, one man show,” ujar Wakil Ketua Umum Partai Gerindra itu.
Fadli Zon tidak menampik, pertemuan Jokowi-Prabowo dapat meredakan ketegangan menjelang unjuk rasa besar-besaran 4 November mendatang yang menuntut proses hukum kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama atau Ahok.
Karena menurut Fadli Zon, Presiden Jokowi terkesan melindungi Ahok. “Biasanya kalau terjadi sesuatu Presiden Jokowi selalu mengeluarkan pernyataan, tapi ini tidak. Seakan mulut Presiden Jokowi terkunci,” kata Fadli yang menyatakan akan ikut demo turun ke jalan tanggal 4 November nanti.
Penilaiannya yang sama juga dililontarkan Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto. Mantan Ketua DPR itu mengatakan, Presiden Jokowi yang menyambangi kediaman Prabowo di Hambalang, Bogor, merupakan bentuk kenegarawanannya. Ini patut diapresiasi, karena Jokowi datang dengan penuh rendah hati walau dulu sempat terjadi rivalitas yang sangat kuat. “Ini pertemuan dua tokoh besar dan patut diteladani. Ada perbedaan dibicarakan bersama. Ini harus dicontoh para politisi lainnya. Saya sambut gembira peretemuan tersebut,” kata Novanto.
Politisi PDI Perjuangan Maruarar Sirait yang juga menjadi pembicara dalam diskusi tersebut mengatakan hal serupa bahwa pertemuan Jokowi-Prabowo sebagai pertemuan dua negarawan. Sikap kedua tokoh itu harus menjadi pelajaran dan contoh berharga bagi elite lainnya di daerah. “Mereka pernah menjadi rival dalam Pemilu 2014 tetapi mereka masih bertemu dan sering bersilaturahmi. Politisi muda dan bangsa perlu dua tokoh seperti ini sebagai role model,” ujarnya.
Secara terpisah, pengamat politik dari LIPI Siti Zuhro menilai pertemuan Presiden Jokowi dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto menunjukkan sikap kenegarawan. Sosok-sosok seperti itu menurutnya perlu diperbanyak di Indonesia agar dalam pilpres maupun pilkada semua calon siap menang dan kalah.
“Negarawan sejati semestinya seperti itu. Tidak saling menaruh dendam meskipun dalam Pemilu Presiden (Pilpres) 2014 lalu mereka saling berhadapan. Pertemuan antara kedua tokoh nasional itu menurut hemat saya cukup baik,” kata Siti Zuhro, di Jakarta, Selasa (1/11).
Namun kalau dikaitkan dengan rencana demo ummat Islam tanggal 4 November mendatang, dia menilai kurang siginifikan dan pengaruhnya nyaris tak ada. “Sebab, realitasnya Prabowo adalah ketua umum Partai Gerindra. Dia bukan ketua ormas Islam atau pemuka agama,” kata Wiwik, demikian dia akrab disapa.
Sebenarnya menurut Wiwik, dalam kaitan dengan demo 4 November, yang perlu direspon adalah bagaimana menyelesaikan akar masalah mengapa demo yang akan melibatkan jumlah sangat besar itu muncul. “Akar masalah itu bukan di Prabowo dan kapasitas untuk meredam keresahan ummat muslim yang terlanjur meluas itu juga bukan di prabowo,” kata Wiwik.
“Jokowi harus menyelesaikan masalah keresahan, kekecewaan ummat Islam dengan memahami secara jernih akar masalahnya. Tuntutan ummat Islam adalah menuntaskan kasus penistaan agama. Ini berkaitan langsung dengan keyakinan ummat Islam tentang ajarannya, tentang ayat suci Al Qur’an yang diyakini nutlak kebenarannya. Tentu ini sangat menyakitkan,” ulas Wiwik.
Dikatakan Wiwik, ada pilkada tak ada pilkada isu agama merupakan hal yang sensitif dan hal tersebuttak bisa dianggap enteng. Apalagi menggunakan ayat suci Al Qur’an utk testing the water. “Bangsa Indonesia semestinya bijak, belajar dari sejarah, beberapa lesson learned yang pernah ada dan solusi-solusi yang pernah diambil untuk menyelesaikannya patut dibaca kembali sehingga hal-hal yang tak perlu terjadi tak terulang kembali,” ujarnya. (esa)