AKARTA– Pembentukan super holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) harus dikawal dengan undang-undang. Soalnya, ada saham negara di BUMN.
Apalagi, kata Wakil Ketua Komisi VI DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra, Mohamad Hekal dalam Forum Legislasi bersama pengamat ekonomi dan politik, Ichsanuddin Noersy di Press Room DPR RI, Selasa (25/10), banyak BUMN yang bakal menjadi anak perusahaan super holding tersebut sehingga perlu aturan dalam pengawasannya.
Dalam RUU BUMN ini, nantinya BUMN cukup satu sampai enam dari 118 BUMN yang ada sekarang. Dengan begitu, diharapkan dapat mewujudkan kebutuhan hajat hidup orang banyak.
“Pemerintah ingin BUMN ini menjadi besar dan mampu bersaing dengan dunia global. Karena itu, pemerintah menghormati DPR RI dengan melakukan sosialiasi superholding itu melalui Focus Group Disscussion (FGD). Yang penting harus mempertegas kembali Pasal 33 UU NRI 1945 tentang definisi kebutuhan hajat hidup orang banyak, agar tidak melanggar UUD 1945.”
Menurut Hekal, awal Indonesia merdeka lebih 800 perusahaan yang dinasionalisasikan dan belakangan diganti nama dengan BUMN. Setelah beberapa kali penggabungan, kini ada sekitar 119 BUMN.
Dengan dibentuknya super holding, nantinya dari seluruh BUMN yang ada hanya tinggal sekitar enam BUMN saja. Nantinya cukup satu hingga enam BUMN. Semua BUMN itu harus fokus untuk kebutuhan rakyat dan kekuatan ekonomi nasional.
Tapi, apakah akan dinasionalisasi atau tidak, itu tergantung pemerintah. “Sayangnya dalam rapat-rapat dengan DPR RI, Menteri BUMN Rini Soemarno. Tidak cukup diwakili oleh Menteri Keuangan RI,” demikian Mohamad Hekal. [A3]