HeadLine

DPD RI: Pemberantasan Pungli Harus Berdampak Baik Kepada Layanan Publik

[JAKARTA] Pemberantasan pungutan liar (pungli) harus memberikan dampak terhadap pelayanan publik yang semakin baik dan memperkuat pengawasan.

“Perlu diwaspadai dampak dari pemberantasan pungli yang melibatkan pegawai bawahan (masif tetapi dengan nilai yang relatif rendah), yakni pelayanan publik yang lambat (slow down),” kata Wakil Ketua DPD RI, Farouk Muhammad dalam siaran pers yang diterima Parlementaria.com, Selasa (25/10).

Artinya ada kecenderungan personel pelaksana tugas tidak lagi responsif dalam menjalankan pekerjaannya karena tidak lagi memperoleh “insentif” dari pungli.

“Perlu disadari praktik pungli sudah berlangsung lama, berurat dan berakar dalam tubuh birokrasi yang memberikan pelayanan kepada masyarakat,” wakil daerah dari Dapil Nusa Tenggara Barat (NTB) tersebut. b

Karena itu, harus ada pendekatan yang komprehensif dalam menangani “puncak gunung es” ini. “Pembenahan sistem di satu sisi dan memberikan kesadaran kepada masyarakat, di sisi yang lain.”

Dikatakan, pungli yang melibatkan oknum pejabat yang terlibat dalam pembuatan keputusan, sejalan dengan diskresi yang dimilikinya dapat mengalihkan objek keputusannya, baik yang menyangkut proyek maupun pembinaan personel.

“Keteladanan pimpinan, motivasi dan sugesti positif kepada pegawai secara kontinu serta penguatan melalui pendalaman nilai-nilai agama/spiritual harus ditingkatkan hingga berdampak kepada terbentuknya karakter dan budaya kerja yang zero tolerance to pungli/torli.”

Guru besar PTIK ini menjelaskan, pungli harus dibedakan dengan torli atau setoran liar. Dalam hal pungli petugas lebih aktif memungut atau setidak-tidaknya meminta dan mengharapkan pemberian uang atau materi dari klien yang dilayani.

“Sebaliknya, dalam hal torli, yang aktif adalah klien dalam menyerahkan uang/materi sebagai tanda terima kasih, walaupun tidak diminta petugas pemberi layanan,” kata dia.

Menanggapi gagasan yang hendak memberi penghargaan kepada personel yang melaporkan warga yang melakukan torli dalam bentuk insentif dengan nilai yang jauh lebih besar dari nilai pungli atau torli yang umumnya, dia menganggap wacana itu pada tataran realitas seringkali terjebak pada kondisi dilematis dan pragmatis.

“Berdasarkan pengalaman saya dalam memberantas pungli/torli dikhawatirkan efektivitasnya,” kata Farouk.

Menurut dia, terdapat kecenderungan anggota/personel lebih baik menolak torli daripada memperkarakan yang bersangkutan karena merasa kasihan. “Atau dengan kata lain personel atau banggota tidak ingin mendirikan mahligai di atas puing-puing kehancuran orang lain.” demikian Farouk Muhammad. (art)

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top