Polhukam

TAP MPR RI Nomor VI/MPR/2001 Sudah Atur Etika Pejabat Publik

JAKARTA– Ketua MPR RI Fraksi NasDem Bachtiar Aly menegaskan jika etika, etiket, dan moralitas pejabat publik saat ini dari pusat sampai daerah memang meprihatinkan. Karena sering tidak sesuai antara ucapan dan tindakan, sehingga lebih banyak melakukan pencitraan, tapi mengabaikan amanat rakyat, amanah publik.

Padahal, kata Bachtiar Aly, pokok-pokok etika dalam kehidupan berbangsa sudah diatur dalam Tap MPR Nomor VI/MPR/2001, yaitu rumusan yang bersumber dari ajaran agama, khususnya yang bersifat universal dengan nilai-nilai luhur budaya bangsa yang tercermin dalam Pancasila sebagai acuan dasar berfikir, bersikap dan bertingkah laku dalam kehidupan berbangsa.

“Etika pejabat publik itu sejalan dengan visi dan misi pemerintah. Seperti jujur, berintegritas, adil, demokratis, tidak boleh berbicara yang bukan pada bidangnya, disiplin, tepat waktu, transparan, bertanggungjawab, malu berbuat salah apalagi korupsi, berkomunikasi dengan baik, jangan memberi laporan asal atasan senang, dan sebagainya. Itu sudah tertulis di TAP MPR RI dan visi, misi pemeirntah,” tegas Bachtiar Aly dalam dialog kebangsaan ‘Etika Pejabat Publik’ bersama psikolog UI Hamdi Muluk di Gedung MPR RI Jakarta, Senin (17/10).

Karena itu kata Bachtiar, pasca reformasi ini banyak politikus tapi kurang negarawan. Sehingga lebih banyak melakukan pencitraan diri hanya untuk popularitas, namun mengabaikan amanah rakyat. “Celakanya pejabat hasil reformasi ini masih terbawa dendam masa lalu. Menghalalkan segala cara untuk memperoleh jabatan, maka banyak pejabat yang sakit bahkan gila (susproria), lupa diri dan sebagainya. Ini memperkuat jika pemimpin kita saat ini miskin jiwa dan rakyat miskin harta, maka faktanya seperti sekarang ini,” ujarnya.

Menurut Hamdi Muluk, bahwa yang namanya public itu harus menjadikan kepentingan rakyat di atas segala-galanya (respublik), bukan resprivata (menadahulukan kepentingan pribadi, kelompok dan golongan). Tiga hal yang harus diperhatikan antara lain yaitu nilai-nilai integritas, kejujuran, dan keterbukaan sebagai basis universal yang pada prinsipnya harus dilaksanakan atau disebut sebagai (public accountability atau responsibility), yang menjadi hal-ikhwal terkait urusan publik.

Standar etiket dan etika (subtansial filsafat moralitas, kelakuan, nilai tentang baik buruk) dalam konteks publik untuk kepentingan publik didahulukan mengorbankan etiket (gerak-gerik, gaya, ucapan, tata karma, relative perlakuan di depan umum, pergaulan dan sebagainya). Tapi, kalau etika, tetap kedepankan orang banyak, tidak tergantung ada banyak orang atau tidak, karena sudah menjadi karakter. Idealnya etiket dan etika berjalan sama.

Moralitas itu kebiasaan, adat-istiadat yang baik (good morality), sedangkan kebiasaan yang buruk (bad morality), intinya terdiri dari sekumpulan asas, prinsip nilai-nilai yang baik dan buruk. Sedangkan moralitas yang menjadi acuan perilaku, apakah baik, pantas, nilai-nilai yang baik untuk publik? Karena itu, ada etika dosen, guru, wartawan, dokter, mana yang boleh dan mana yang dilarang dan seterusnya.

Di atas kertas semua etika pejabat publik itu sudah ada. Kalau tidak mengerti berarti tidak siap menjadi pejabat publik. Kesadaran etik, apakah punya kesadaran etik ketika sedang mengemban amanat public? “Kalau sadar, maka kepemimpinanya pasti memprioritaskan kepentingan publik, dan amanah public itu harus dipertanggungjawabkan. Seperti DPR yang dipilih oleh public, digaji public (pajak rakyat), dan bertanggungjawab kepada public. “Kalau tidak kompeten ditolak. Tapi masih banyak yang terpilih karena ada serangan fajar. Padahal, kalau tidak berintegritas ujung-ujungnya tidak akan bertanggungjawab kepada rakyat,” tambahnya. (mun/esa)

Jakarta (ANTARA News) – Anggota Komisi IV DPR Hermanto menyatakan pemerintah harus terjun langsung untuk menyelamatkan banjir yang melanda Kota Padang, Sumatera Barat akibat jebolnya tanggul Sungai Air Dingin, Kelurahan Balai Gadang dan Koto Panjang, Kecamatan Koto Tangah.

“Pemerintah melalui Kementerian harus mengalokasikan anggaran mulai dari penelitian sampai pada upaya pemulihan kembali fungsi Aliran Sungai ini,” katanya dalam kunjungan kerja ke Sumbar, seperti dilansir keterangan tertulis DPR, Senin.

Legislator yang juga berasal dari Sumatera Barat ini meminta pemerintah untuk melakukan berbagai langkah guna menyelamatkan daerah aliran sungai.

“Kalau hal ini telambat dilakukan, maka akan merugikan lingkungan khususnya para petani yang semestinya bisa memanfaatkan air sungai ini sebagai sumber mata pencaharian,” kata Hermanto menambahkan.

Bendungan irigasi di Kelurahan Balai Gadang, Kecamatan Koto Tangah, Kota Padang, jebol dihantam terjangan arus Batang Air Dingin yang mengganas akibat hujan lebat. Bendungan sepanjang 70 meter itu jebol sehingga tak lagi mampu mengairi sawah seluas 1.034 Ha di kawasan itu.

“Air mulai tinggi sekitar ?pukul 15.00? WIB. Puncaknya sekitar ?pukul 16.09? WIB, terjangan air membuat bendungan jebol,” ungkap Safaria (38), warga sekitar bendungan.

Menurut Penjaga Pintu Bendungan Safaria, penyebab banjir ini akibat besarnya air akibat hujan lebat. “Volume besar membuat air meluap dan menghantam bendungan, ada 40 meter panjang bendungan yang jebol,” katanya dengan menambahkan rumahnya nyaris kena hantam air bah akibat jebolnya bendungan.

Akibat jebolnya bendungan ada sekira 1.000 hektare lebih sawah di wilayah aliran irigasi dari bendungan ini terancam tidak dialiri air. “Ini juga akan terancam panen, kondisi ini sudah dilaporkan kepada pemerintah untuk dibangun lagi,” pungkasnya.

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top