JAKARTA – Anggota Komisi VII DPR RI Satya W. Yudha (Fraksi Partai Golkar) dan Ramson Siagian (Fraksi Gerindra) mendukung recana pemerintah yang akan menerapkan Paris Agreement (Persetujuan Paris) mengenai perubahan iklim. Karena selama ini menurut mereka, upaya perbaikan iklim yang ada belum berdampak maksimal.
“Ini berita bagus setelah ditandatanganinya Paris Agreement. Selama ini saya lihat masalah lingkungan hanya sebatas himbauan yang tidak mempunyai perangkat hukum yang cukup,” kata Satya kepada media di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta (14/10).
Satya membenarkan, bahwa untuk implementasi perjanjian tersebut republik ini harus mengganti penggunaan energi dari yang ada selama ini. “Semua dari perjanjian ini berbasis energi bersih. Pemerintah harus mengganti dari penggunaan energi kotor menjadi energi bersih, kalau dulu kan berbasis batubara,” lanjut Satya.
Sayangnya, ungkapnya, hingga saat ini pembangunan yang mengedepankan lingkungan hidup belum terlihat dari anggaran pemerintah. Bahkan APBN yang setiap tahun dianggarkan pemerintah tidak sampai 5 persen untuk mewujudkan lingkungan berkualitas baik. “Kalau melihat anggaran lingkungan di seluruh kementerian, kurang dari 5 persen dari anggaran. Artinya negara belum berpihak,” tegas Satya.
Sementara, dalam kesempatan yang sama teman satu komisi Satya, Ramson Siagian mempertanyakan kesiapan pemerintah jika Perjanjian Paris tentang perubahan iklim diterapkan di republik ini. “Bagaimana kesiapan masyarakat jika perjanjian paris itu akan dibuatkan undang-undang sebagai payung hukumnya?” tanya Ramson.
Sebelum perjanjian tersebut dilaksanakan, kata Ramson, republik ini harus mampu menukar bahan bakar berbasis fosil yang digunakan pada hampir semua sektor kehidupan. “Untuk pembangkit listrik saja kita masih pakai batubara yang berbasis fosil. Begitu juga dengan bahan bakar transportasi, kita masih menggunakan BBM (Bahan Bakar Minyak),” lanjut Ramson.
Ramson mencontohkan Jepang sebagai negara yang telah siap melaksanakan perjanjian tersebut. Yang terjadi di Jepang tentunya sangat jauh berbeda apa yang ada di Indonesia. “Kalau di Tokyo itu seluruh kendaraan sudah memakai gas sebagai bahan bakar, tidak ada lagi yang pakai BBM. Kalau kita mau tentu harus ada konsekuensinya,” jelas Ramson.
Begitu pula dengan penjelasan secara massif kepada masyarakat. Ramson mengatakan bahwa seluruh rakyat republik ini harus tahu dengan jelas terlebih dahulu rencana tersebut sebelum benar-benar diterapkan. “Kalau mau disahkan harus ada sosialisasi terlebih dahulu kepada masyarakat. Karena mobil-mobil yang di atas 5 tahun sudah tidak boleh ada lagi. Masyarakat harus tahu itu,” ujar Ramson.
Dirjen Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup Nur Masripatin dan Kehutanan dan aktivis Walhi Chalid Muhammad sependapat bahwa yang diuntungkan dengan Perjanjian Paris sejatinya adalah Indonesia. Indonesia memiliki 17.000 pulau. Dengan perjanjian ini Indonesia dapat memperjuangkan kepentingannya agar pulau-pulau kecil di perairan Indonesia tidak hilang atau tidak tenggelam lantaran perubahan iklim. “Kalau Indonesia tidak berpartisipasi atau meratifikasi, Indonesia hanya jadi penonton,” ujar Chalid. (chan)