JAKARTA – Kementerian Agama (Kemenag) RI untuk segera melaksanakan amanat UU No.34 tahun 2014 untuk membentuk Badan Penyelenggara Ibadah Haji (BPIH) agar pelayanan penyelenggaraan ibadah haji makin baik. Karena selama ini Kemenag dinilai belum belum bisa optimal memeberikan pelayanan dalam penyelenggaraan ibadah haji.
Hal tersebut mengemuka dalam diskusi ‘RUU Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umroh (PIHU)’ dengan pembicara anggota Komisi VIII DPR RI KH. Maman Imanul Haq dan Khatibul Umam Wiranu (Demokrat), serta Ketua Ikatan Persaudaraan Ibadah Haji (IPHI) Abdul Kholiq Achmad, di Media Center DPR, Selasa (11/10).
“Dengan BPIH itu, maka proses penyelenggaraan haji akan lebih baik, dan keuangannya pun akan lebih transparan dan akuntabel. Selama ini kurang optimal, karena Kemenag terlalu banyak menangani masalah haji,” kata Maman Imanul Haq yang akrab disapa dengan Kang Maman.
Menurut Kang Maman, selama ini Kemenag menolak pembentukan badan penyelenģara haji tersebut, padahal tujuan agar pelayanan penyelenggaraan ibadah haji makin baik. “Penyelenggaranya pun bisa tetap pejabat Kemenag dengan memenuhi syarat tertentu. Jadi, antara operator, regulator, dan pengawas itu nantinya lebih jelas, dan penyelenggaraannya lebih nyaman,” ujarnya.
Kemenag pun kata Maman juga menolak badan pengawas, karena setiap hari sudah merasa diawasi oleh BPK (Badan Pemeriksa Keuangan), dan masyarakat. “Kemenag RI tolak badan pengawas karena setiap hari sudah merasa diawasi oleh masyarakat dan BPK sendiri,” tambahnya.
Juga soal asuransi jamaah haji, menurut Maman, hal itu penting mengingat sampai hari ini janji pemerintah Saudi Arabia belum memenuhi janjinya untuk korban crane (kecelakaan dalam proses pembanguanan – perluasan Masjidil Haram Makkah), yang terjadi pada musim haji tahun 2015 lalu itu.
Selanjutnya mengenai Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) ini harus ditertibkan agar tidak terjadi kasus haji illegal seperti melalui imigrasi Philipina. Juga kuota haji harus ditertibkan agar tidak sampai terjadi antrian sampai 40 tahun seperti di Maros, Sulawesi Selatan. “Saudi berjanji setelah selsai pembangunan kuaota haji akan kembali 2010 ribu jamaah.
Sama pentingnya dengan badan pengelola keuangan haji (BPKH). Badan ini untuk mengurangi penggunaan uang jamaah haji. Dimana dengan mengelola dana haji sendiri, Indonesia bisa membangun maktab, pemondokan, dan penerbangan sendiri.
Demikian pula tentang pembatasan kuota haji. Kata Maman, dengan pembatasan ini maka orang yang sudah menunaikan ibadah haji, baru boleh menunaikan haji kembali setelah 10 tahun kemudian. “Jadi, harus ada prioritas bagi jamaah haji yang sudah tua dan belum melaksanakan ibadah haji. Jangan sampai terjadi pemalsuan identitas (KTP) hanya pindah alamat rumah saja, bisa haji. Ini kan perlu ditertibkan,” pungkasnya.
Terakhir petugas haji, dan biaya ibadah haji. “Dana haji yang triliunan rupiah itu harus dimanfaatkan untuk kepentingan jamaah haji, dan bukannya untuk infrastruktur. Sehingga jamaah haji tidak menjadi komoditas dan ada pemerasan setiap musim haji,” pungkasnya.
Menurut politisi Demokrat Khatibul Umam Wiranu terjadinya antrian haji sekarang ini karena sejak tahun 2004 sudah ada komersilisasi haji. Komersialisasi itu dengan dibukanya tabungan setoran haji di bank-bank penerima setoran haji. “Itulah awal munculnya ketidakberesan dalam pengelolaan ibadah haji. Sehingga ada yang antrian 15 tahun sampai 40 tahun,” jelas Umam.
Bahkan bayi yang baru lahir kata Umam, kalau orang tuanya kaya bisa didaftarkan haji, padahal belum waktunya berhaji. Karena itu, penyelenggaraan ibadah haji itu bukan saja sukses dalam penyelenggaraan, melainkan keuangannya juga harus sukses. “Kalau keuangan Kemenag RI setiap tahun selalu mendapat penilaian BPK WDP (wajar dengan pengecualian) berarti belum beres,” tambahnya.
Sementara uang jamaah haji di bank itu sampai puluhan tahun, tapi BPIH belum juga dibentuk. “Yang utama dalam pembahasan haji selama ini, Menag ingin tetap menjadi penyelemggaa haji, meski dana haji itu mencapai Rp 3 triliun lebih, namun pengelolanya bukan Kemenag RI,” ungkapnya.
Sejauh itu kata Umam, tabungan haji itu berbeda dengan setoran haji. Kalau setoran haji atas nama Kemenag RI, sedangkan kalau tabungan haji atas nama penabung sendiri. “Harusnya dengan dana abadi haji itu kualitas pelayanan haji makin baik. Tapi, kalau untuk membangun hotel, Saudi menolak. Kita hanya boleh kontrak selama 10 tahun,” tutur Umam.
Untuk antrian jamaah haji kata Umam, memang boleh pendaftaran sekarang dihentikan untuk menata dari awal lagi. “Memang kita perlu diplomasi yang keras seperti Iran, yang tahun 2016 ini menyetop penyelenggaraan haji karena Saudi Arabia dianggap tidak bertanggungjawab atas kasus crane, yang ratusan orang menjadi korban pada musim haji tahun lalu itu. Dan, janji Saudi untuk memberangkatkan haji dan memberi hadiah uang miliaran rupiah itu sampai hari ini belum terwujud,” pungkasnya.
Abdul Kholiq Achmad mengatakan banyak hal-hal yang perlu diperbaiki dalam penyelenggaraan ibadah haji tersebut. Seperti perlunya badan penyelenggara – operator ibadah haji (BPIH), regulator, pengelolaan keuangan haji, komisi pengawas haji (Komwas), kuota, dan sebagainya.
Pejabat-pejabat sebagai penyelenggara ibadah haji tersebut diseleksi oleh DPR RI dan pemerintah untuk mengikuti uji public untuk menciptakan budaya dan iklim haji yang baik. “Kalo tidak siapapun Menag RI – nya akan terjerat korupsi. Sebab mengelola Rp 3 triliun lebih itu bukan sesuatu yang mudah. Belum lagi menteri harus menangani hal-hal yang teknis, turun ke lapangan dan banyak pejabat tidak terkait terlibat, justru penyelenggaraan itu makin rumit. Padaha;l dengan badan penyelenggara, maka kualitas pelayanan ibadah haji akan makin baik. Baik terkait pemondokan, transportasi, akomodasi, keuangan dan lain-lainnya,” ujarnya.
Dengan demikian kata Kholiq, justru makin banyak keuantungannya kalau mempunyai badan penyelenggara, yang kedudukannya setingkat menteri dan langsung berada di bawah Presiden RI. “Jadi, revisi UU No. 13 tahun 2008 itu agar pelaksanaan ibadah haji ini makin baik,” jelasnya.
Selama ini kata Kholiq, ada hal-hal yang mubazir. Misalnya banyaknya panitia haji atau amirul haj, padahal itu cukup ditangani dirjen, bukan menteri agama, dan dengan begitu ibadah haji tetap sah. “Kalau itu dibiarkan, maka setiap tahun aka nada potensi korupsi. Seperti di pemondokan, katering, transportasi, dan sebagainya. Sewa-menyewa itu hanya setahun. Sehingga banyak uang yang dihambur-hamburkan,” kata Kholiq.
Padahal, ibadah haji itu, ibadah fisik sehingga kenyamanan itu perlu diperhatikan oleh Kemenag RI. Apalagi jumlah jamaah haji setiap tahunnya sebanyak 67 % berresiko penyakit, dan kalau 40 tahun ke depan bisa dipastikan jamaah haji Indonesia akan parade kursi roda di Makkah dan Madinah. “Untuk itu dengan dana jamaah haji yang triliunan rupiah itu, kita akan apresiasi pemerintah kalau berhasil investasi untuk kepentingan jamaah haji di sana,” pungkasnya. (mun/chan)