JAKARTA – Meski Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahja Purnama alias Ahok sudah meminta maaf atas perbuatannya yang dinilai melakukan penistaan agama, namun tidak menghilangkan unsur pidananya dan harus diproses sesuai hukum.
“Kita hargai kalau Ahok menyadari kekeliruannya dan meminta maaf. Tapi permintaan maaf tersebut tidak menghilangkan unsur pidananya dan pihak kepolisian harus tetap menindaklanjutinya,” kata pakar hukum tata negara dari Universitas Parahyangan, Bandung, Jawa Barat, Asep Warlan Yusuf, ketika dihubungi, Senin (10/10).
Delik umum atau biasa menurut Asep tidak ada pencabutan seperti halnya delik aduan. Dalam delik umum tidak ada pencabutan kasus karena permintaan maaf. Dia pun mencontohkan dalam delik aduan ketika seseorang merasa dihina kemudian melaporkan orang yang dihinanya, polisi dapat mencabut laporan tersebut dan tidak menindaklanjutinya jika orang yang menghina meminta maaf dan orang yang dihina memaafkan kemudian mencabut laporannya.
“Tapi kalau pidana umum, tanpa laporan pun atau ketika laporan dicabut pun, polisi tetap harus memprosesnya. Permintaan maaf Ahok hanya bisa akan menjadi pertimbangan majelis hakim di pengadilan nanti untuk mengurangi hukumannya karena dia telah menyadari kesalahannya. Jadi tidak bisa jika meminta maaf masalah ini dianggap selesai,” ujar Guru Besar Hukum Tata Negara ini lagi.
Asep pun menjelaskan bahwa dalam kasus yang dilakukan Ahok, yang dihina adalah Islam sebagai agama. Dan oleh karena itu penistaan yang dilakukan oleh Ahok berdampak pada umat Islam di seluruh dunia. ”Makanya saya ingatkan agar aparat hukum menindaklanjutinya secara serius. Jangan sampai nanti ada fatwa dari dari luar negeri yang menjatuhkan hukuman mati pada Ahok seperti yang terjadi pada Salman Rusdie.
“Penistaan itu berdampak pada umat Islam di seluruh dunia. Maka dunia bisa meminta Indonesia menjalankan hukumannya. Jangan sampai ada keluar fatwa dari luar negeri seperti kasus Salman Rusdie, ribet nantinya. Makanya lebih baik kita selesaikan secara internal.Kita punya hukum, pengadilan dan semua kelengkapannya. Jadi biar aturan atau hukum positif yang memutuskan tanpa perlu dipolitisasi,” tegasnya.
Dia pun meminta aparat kepolisian tidak mencari-cari alasan untuk tidak memproses hal ini terlebih jika alasannya menggangu proses pilkada yang sedang berlangsung.Jika polisi membiarkan hal ini maka tentunya juga akan ada proses hukum terhadap jajaran kepolisian sendiri karena pembiaran kejahatan adalah juga kejahatan.
“Aparat hukum atau polisi harus serius menangangani hal ini karena tentunya kalau tidak serius terlebih jika memang sudah memenuhi unsur pidana penistaan, bisa saja terjadi aksi main hakim sendiri dan tentunya hal ini kita tidak inginkan. Umat Islam memang sering dilecehkan, tapi kalau Islamnya yang dilecehkan dan dianggap bukan sebuah pidana, maka saya khawatir aksi-aksi main hakim sendiri bisa terjadi dan kalau ini terjadi maka tentunya polisi pun harus bertanggungjawab,” imbuhnya lagi.
Pernyataan Ahok dia tidak anti Islam karena dia justru banyak membangun madrasah, mushola dan lainnya jelas Asep juga hanyalah bentuk pembelaan diri saja. Ahok di sini juga nampaknya tidak juga sadar bahwa yang dia hina bukan cuma umat Islam tapi agamanya. ”Apa yang dia lakukan hanya sebatas kapasitas sebagai Gubernur.Lagian delik penistaan ini bukanlan hukum Islam, tapi hukum positif di Indonesia yang dibuat oleh Belanda,” tandasnya. (den/chan)
